Sabtu, 24 Desember 2011

Berhias Bagi Kaum Wanita

Nabi saw berkata kepada Umar Radhiallahu anhu.," Maukah kuberitahukan sebaik-baik simpanan seseorang? Ia adalah wanita sholehah, yaitu jika suami memandangnya, maka ia menyenangkannya."

Syaikh Abdul Halim Hamid menyatakan, bahwa Islam mengangkat tinggi-tinggi derajat berhias seorang wanita. Wanita yang memperhatikan dandanannya dan mempercantik diri di hadapan suaminya untuk menciptakan rasa suka cita, dinilai oleh Islam sebagai wanita sholehah, yaitu sebagai sebaik-baik perhiasan dunia.
Sedangkan Syaikh Ahmad Alqet mengatakan bahwa sudah menjadi fitrah wanita untuk merawat tubuh, kecantikan dan keserasian busananya, sehingga masa-masa remaja wanita relatif digunakan untuk menarik perhatian lelaki guna mempertautkan hatinya dengan lelaki idaman yang dirasa sanggup menitipkan dirinya melaui jalan syari'ah. Bila hal ini belum tercapai, maka biasanya mereka mengerahkan segala kemampuan dan kepandaiannya untuk menjaga kecantikan yang menjadi jaminan masa depan.

Dalam kitab " Kaifa Tus'idu Zaujatak", dikatakan bahwa Islam juga menghimbau wanita agar berdandan dengan sopan dan tidak menimbulkan murka Allah serta fitnah sesama manusia. Syaikh Abdul Halim Hamid menasehatkan agar wanita hendaknya menjadi ratu kecantikan dan keindahan di rumahnya, membuat ridha Rabb-Nya dan menciptakan kebahagiaan bagi suaminya.
Fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat dan melindungi tubuh dari hal-hal yang bisa merusak. Berhias tidaklah dilarang jika maksudnya untuk menyatakan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita, namun menjadi terlarang jika dimaksudkan untuk menyombongkan kekayaan, membangkitkan kegemaran bersolek atau sekedar pamer kekayaan. Oleh sebab itu, Islam membolehkan kaum wanita memakai emas dan pakaian dari sutra, sedangkan bagi kaum laki-laki adalah diharamkan. ( Kitab Al Muntaqal Akhbar ).

Atas maksud itulah, terdapat beberapa anjuran atau pedoman bagi kaum wanita sholehah dalam berhias/ berdandan, yaitu:

1. Jangan bertabarruj
Firman Allah, " ..dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah dahulu..." ( Al Ahzab : 33 )

Qatadah Radhiallahu anhu menyatakan bahwa mereka adalah para wanita yang berjalan dengan lenggak lenggok. Abu Najib Rahmatullah 'alaih mengatakan bahwa mereka adalah wanita yang berjalan dengan kebanggaan. Al Farabi Rah.a. berpendapat bahwa mereka adalah wanita yang berpakaian tipis sehingga tampak kulit badannya. Dan yang pasti, alim ulama berpendapat," Mereka adalah wanita yang keluar rumah dan berjalan untuk menarik perhatian orang lain selain suaminya."

Imam Mujahid Rah.a. berkata, bahwa "Tabarruj" yaitu wanita yang bersolek, berhias diri, memperlihatkan perhiasan dan kecantikannya kepada para lelaki. Mereka tidak memiliki rasa malu kecuali sedikit, mereka berjalan di antara para lelaki, berlenggak lenggok, berdesak-desakan dengan para laki-laki di pasar-pasar, berjalan di depan para lelaki di jalan-jalan dan di masjid-masjid. Pada malam hari berjalan di tempat yang terang untuk memperlihatkan perhiasan dan kecantikannya kepada orang-orang. Inilah yang dilakukan oleh para wanita jahiliyah. Dan Al Qur'an telah melarang wanita muslimah berbuat demikian.

Timbul pertanyaan: Apakah manfaat dan untungnya kecantikan, keindahan serta dandanan jika ternyata tidak disukai oleh Allah swt, bahkan harus menerima murka-Nya?? Di sinilah banyak kaum wanita yang tertipu, mereka ingin dipuji dan disenangi oleh makhluq tetapi lupa bagaimana agar Khaliq pun menyenangi dan memujinya.

Terdapat berbagai akibat dari perbuatan tabarruj kaum wanita, di antaranya adalah:
a. Akan merebak dan terbukanya pintu perzinaan. Inilah akibat utama dari tabarruj, yang pada masa ini semakin merebak.
b. Timbul hawa nafsu yang tidak terkendali
c. Merendahkan derajat wanita itu sendiri.
d. Meruntuhkan akhlaq dan moral manusia.
e. Menimbulkan kebiasaan buruk seperti onani. liwath dan sebagainya.
f. Bahaya dari orang-orang jahat akan lebih mengancam ketenangan dan keamanan kaum wanita.
g. Meruntuhkan kekuatan rohani.
Dan tentunya nanti di akhirat pun pasti akan mendapatkan balasan atas segala perbuatannya tersebut.

Imam Al Ghazali Rah.a. mengingatkan bahwa banyak kaum wanita yang menyibukkan diri mereka dengan merias dan mempercantik diri untuk membahagiakan suami, tetapi mereka lupa untuk merubah sifat dan akhlaq mereka.
Para wanita rela mengorbankan uang yang demikian banyak hanya untuk menjaga keindahan dan kecantikan tubuh mereka, tetapi mereka melupakan keindahan dan kecantikan rohani mereka. Rohani mereka dibiarkan sengsara, sehingga akhlaq dan keimanan pun tidak terbina. Padahal lemahnya iman dan rusaknya akhlaq adalah malapetaka yang besar bagi dunia ini.

2. Jangan Menyerupai Lelaki.
Dari 'Aisyah R.A., Rasulullah saw bersabda," Allah melaknat wanita yang menyerupai laki-laki." ( Muslim, Abu Daud ).
Hadits lainnya, Nabi saw bersabda," Allah swt melaknat wanita yang menyerupai lelaki dan lelaki yang menyerupai wanita." ( Abu Dawud, Tirmidzi ).

Seorang lelaki berkata," Ketika aku sedang bersama Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, ia melihat Ummu Sa'id binti Abu Jahal yang di lehernya tergantung busur dan ia berjalan dengan gaya laki-laki. Lalu Abdullah berkata," Siapakah perempuan itu?" Dijawab," Itu adalah Ummu Sa'id binti Abu Jahal". Maka Abdullah berkata," Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda," Bukan dari ummatku wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita."

Pada jaman ini, karena lemahnya dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar dalam diri ummat Islam, sehingga Islam telah jauh dari kehidupan manusia, sehingga apa-apa yang menjadi batasan-batasan antara laki-laki dan wanita pun sudah sulit untuk dibedakan. Padahal dalam sholat saja, Rasulullah saw sudah membedakan aturan shalat bagi wanita dari lelaki. Begitu juga dalam cara duduk, berjalan, berpakaian, rambut dan amalan-amalan lainnya.

3. Jangan Merubah Ciptaan Allah

Read More or Baca Lebih Detil..

Rabu, 28 Juli 2010

Aurat Wanita

Dari Ibnu Mas'ud ra., Rasulullah saw bersabda, "Wanita itu seluruhnya aurat." (Thabrani).
Aurat menurut bahasa adalah sesuatu perkara yang malu jika diperlihatkan. Atau bisa juga disebut, sesuatu yang menjadi aib atau cela jika diperlihatkan. Oleh sebab itu, seseorang yang menampakkan auratnya di depan yang lainnya, adalah mereka yang tidak memiliki rasa malu, atau mereka yang memiliki aib.
Allah swt. berfirman, "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukminin, hendaknya mereka memanjangkan jilbab mereka ke seluruh tubuh. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, dan karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab: 59).
Syaikh Rasyid Ridha, dalam kitabnya 'Nida Lil Jinsil Lathif menerangkan latar belakang turunnya ayat ini, bahwa sebelum ayat ini diturunkan, kaum wanita mukminat biasa rnengenakan pakaian seperti lazimnya wanita-wanita non-muslimah pada masa jahiliyah, yaitu terbuka leher dan sebagian dada-dada mereka. Hanya sesekali mereka rnengenakan jilbab, itu pun tidak merata. Jilbab adalah sejenis pakaian luar yang menutupi seluruh anggota tubuh. Jika mereka merasa perlu mereka memakainya, tetapi jika tidak, mereka tidak akan memakainya. Orang-orang yang usil, lantas mengganggu mereka lantaran wanita-wanita itu disangka amat (hamba sahaya wanita). Sebab memang 'amatlah yang sering kali sengaja mempertontonkan sebagian dari anggota tubuh mereka. Kebiasaan itulah yang kemudian dijadikan sarana oleh kaum munafik untuk mengganggu kaum wanita mukminah, termasuk istri-istri Nabi. Dan mereka beralasan bahwa mereka menyangka wanita-wanita itu adalah amat. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan kepada seluruh wanita mukminah agar memanjangkan jilbab-jilbab mereka dengan menutup kepala, leher sampai dada mereka. Dengan demikian mereka dapat mengenali bahwa wanita-wanita yang memakai jilbab adalah wanita-wanita mukminah.
Menutup aurat bagi wanita adalah hikmah dari Allah Ta'ala untuk menyelamatkan kaum wanita dari bahaya fitnah. Sebagaimana ditegaskan oleh Umar bin Khattab ra., beliau berkata, "Bertaqwalah kepada Allah Tuhan kalian. Dan jangan biarkan istri dan anak perempuan kalian mengenakan pakaian Qibthi, karena sekalipun tidak tipis namun ia dapat menimbulkan rangsangan dan mengundang fitnah." (Tarikh At Thabari: IV/215).
Dr. Anwar Jundi menulis, bahwa Islam menekankan agar wanita melindungi diri dengan cara memakai pakaian yang menutup seluruh auratnya, mengharamkan berduaan dengan pria yang bukan mahramnya, dan seluruh aktifitas yang akan mendatangkan maksiat. Usaha-usaha ini adalah untuk menyelamatkan wanita dari fitnah, dan menyelamatkan masyarakat dari fitnah wanita.
Beliau menambahkan bahwa dengan beragam cara pula musuh-musuh Islam mempropagandakan 'bugilisme'. Mereka mencanangkan falsafah buruk yang lepas dari norma-norma masyarakat. Mereka menciptakan rancangan pakaian dengan tidak membedakan mana pakaian untuk pria dan mana pakaian untuk wanita, sehingga tidak ada lagi garis pembeda yang memisahkan di antara keduanya. Akibatnya, perbuatan haram pun berkembang, yaitu wanita nampak seperti pria atau pria nampak seperti wanita. Hal ini karena dipengaruhi oleh mode pakaian.

Berjilbab

Allah berfirman, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya." (An-Nuur: 31).
Dengan beralasan demi kecantikan dan rasa malu jika menutup aurat, banyak kaum wanita yang mengatakan belum waktunya untuk menutup aurat-aurat mereka. Padahal waktu demi waktu, korban-korban akibat kelalaian menutup aurat sudah berserakan di mana-mana. Tidak peduli pemuda atau pemudi, orang dewasa atau orang tua, anak-anak pun telah menjadi korban panah-panah beracun iblis tersebut. Mengenai kepentingan menutup aurat ini, marilah kita menyimak beberapa hadits lagi yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.
Nabi saw. ketika memerintahkan kaum wanita untuk keluar melakukan shalat Hari Raya, para wanita berkata, "Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak mempunyai hijab." Jawab Rasulullah saw., "Hendaklah saudara wanitanya meminjami jilbabnya." (Bukhari, Muslim).
Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa mengeluarkan kakinya ke bawah karena sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari Kiamat." Ummu Salamah ra. bertanya, "Apa yang harus diperbuat kaum wanita dengan baju panjangnya?" Nabi saw. menjawab, "Mereka hendaknya melebihkan barang sejengkal." Ummu Salamah ra. berkata lagi, "Kalau demikian, akan terbuka telapak kaki mereka." Sahut Nabi saw., "Mereka harus melebihkan satu hasta dan jangan ditambah lagi." '
Aisyah ra.h berkata, "Ada serombongan pengendara unta melewati kami ketika kami sedang berihram bersama Rasulullah saw., ketika rombongan itu datang kepada kami, maka kami menutup muka kami dengan mengulurkan jilbab kami dari kepala, dan bila rombongan itu telah lewat maka kami pun buka kembali wajah kami." (Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah).
Ibnu Hajar rah.a. berkata, "Bahwa Umar bin Khattab ra. pernah diperingatkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya, "Berilah pakaian yang menutupi muka istri-istrimu."
Rasulullah saw. pernah menegur dua orang istrinya, Maimunah dan Ummu Salamah ketika Abdullah bin Ummi Maktum ra. memasuki rumah beliau, "Pakailah hijab!" Mereka berkata, "Abdullah bin Ummi Maktum itu buta." Rasululllah saw. pun bersabda, "Apakah kamu berdua juga buta, bukankah kamu berdua dapat melihatnya?"
Rasulullah saw. bersabda, "Ada dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya, yaitu: Suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang dipukulkan ke manusia. Perempuan-perempuan yang berpakaian (tetapi hakekatnya) mereka itu telanjang, (jalannya) lenggak-lenggok, sanggul mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesunggahnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan (sejauh) sekian... sekian." Dalam riwayat lain disebutkan, "Dan sesungguhnya harumnya tercium dari jarak perjalanan lima ratus tahun." (Muslim).

Aturan Berbusana Muslimah
Dalam berbuasana ini, ada beberapa aturan bagi kaum wanita shalihah agar tidak termasuk dalam golongan "wanita yang berpakaian tetapi sesungguhnya mereka itu telanjang' yaitu busana hendaknya:
- Tidak terlalu tipis, sehingga terlihat bagian tubuh dari luar.
- Tidak terlalu ketat, sehingga membentuk lekukan tubuh.
- Tidak memakai harum-haruman.
- Tidak menyerupai busana pria.
- Tidak menyerupai model busana orang-orang kafir.
- Tidak untuk menyombongkan diri atau bermegah-megahan.
Fungsi pakaian itu sendiri adalah untuk menutupi aurat, maka apa artinya pakaian jika tidak menutupi aurat pemakainya? Untuk itulah ia dinamakan sebagai “wanita yang berpakaian, tetapi sesungguhnya ia telanjan”. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa memakai pakaian untuk menyombongkan diri, niscaya pada hari Kiamat Allah akan mengenakan pakaian kehinaan kepadanya." (Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i).
Seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar ra. tentang pakaian apa yang dikenakannya, maka Ibnu Umar ra. berkata, "Pakaian yang biasa kupakai adalah yang tidak dihinakan oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela orang-orang cendekiawan (tidak telalu jelek dan tidak terlalu rnewah mencolok). Jadi pertengahan antara keduanya."

Menutup Wajah/Bercadar
Wanita shalihah selayaknya memiliki rasa malu yang tinggi dan memahami batasan-batasan aurat tubuhnya yang seharusnya tidak diperlihatkan kepada sembarang orang, dan wajah wanita sudah pasti adalah salah satu darinya, karena dari wajahlah yang paling dahulu memberikan godaan. Wajah yang menarik akan mudah menggoda lawan jenisnya. Imam Thabrani rah.a. meriwayatkan bahwa Allah telah memerintahkan kepada kaum mukminat, jika mereka hendak keluar dari rumah mereka karena suatu hajat, maka hendaklah mereka menutupkan jilbab ke wajah mereka dari atas dan menampakkan sebelah matanya.
Ibnu Jarir rah.a. meriwayatkan, "Aku bertanya kepada Ubaidah bin Harits tentang firman Allah, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya." (An-Nur: 31), ia menjawab sambil memperagakan dengan pakaiannya. Ia menutup kepala dan wajahnya dan menampakkan sebelah matanya. Allamah Abu Bakar Al-Jashshash rah.a. mengatakan bahwa di dalam ayat ini terdapat sebuah dalil bahwa seorang wanita diperintahkan untuk menutup wajahnya agar tidak terlihat oleh lelaki asing, menampakkan penutupnya dan menjaga kehormatannya ketika keluar rumah.
Qadhi Baidhawi rah.a. mengatakan dalam menafsirkan, 'Hendaklah mengulurkan jilbabnya' yaitu hendaklah mereka menutup wajah dan badan-badan mereka dengan jilbab mereka, jika mereka akan keluar untuk suatu hajat.
Said bin Musayyib rah.a. mengisahkan pertanyaan Ali bin Abi Thalib ra. kepada Fatimah ra. tentang manakah wanita yang baik. Fatimah ra. menjawab, "Yaitu wanita yang tidak mau melihat laki-laki dan tidak mau dilihatnya." Ali ra. pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. yang dijawab oleh beliau, bahwa Fatimah ra. adalah darah daging beliau. (Maksudnya bahwa jawaban Fatimah sama seperti jawaban beliau). Jumhur ulama mujtahid yang dipimpin oleh Asy-Syafi'i, Hambali, dan Maliki rahmatullah alaihim menyatakan bahwa wajah wanita adalah aurat, kecuali para fuqaha dari Hanafiyah yang membolehkan membukanya dengan syarat jika tidak ada fitnah. Sedangkan perkataan-perkataan yang menjadikan hadits Fadhal bin Abbas ra. yang membonceng Nabi saw. ketika haji Wada', lalu ia melihat wajah wanita yang lewat di hadapannya, kemudian Nabi saw. memalingkan wajah Fadhal bin Abbas ra.. Mereka mengambil dalil ' dari hadits ini, yakni: Sekiranya wajah itu aurat tentu wanita itu menutupi wajah mereka sehingga Fadhal ra. tidak melihat mereka.
Jumhur ulama menjawab hal ini dengan mengatakan;
Sangat jelas dinyatakan dalam hadits tersebut, bahwa kejadian itu berlangsung ketika haji Wada' ketika mereka sedang ihram. Sedangkan dalam keadaan ihram, para wanita dilarang menutup wajah dan tangannya.
Kaum wanita pada zaman Nabi saw. telah terbiasa mengenakan tutup wajah dan tangan mereka. Kemudian Rasulullah saw. melarang hal itu dilakukan ketika berihram. Bahkan di dalam Al-Muwattha', Imam Malik rah.a. meriwayatkan bahwa Fatimah binti Mundzir berkata, "Pernah kami menutup wajah dalam ihram. Ketika itu kami bersama Asma binti Abu Bakar, dan ia tidak menyalahkan perbuatan kami." Dalam Fathul Bari diriwayatkan dari 'Aisyah ra., "Hendaklah wanita mengulurkan jilbabnya dari atas kepalanya hingga wajahnya." Dalam kitab Ash-Shihhah diriwayatkan, bahwa ada seorang muslimah mengerjakan urusannya di pasar Bani Qainuqa. Muslimah ini memakai jilbab. Lalu seorang lelaki Yahudi menghadangnya dan mengejek dirinya dan jilbabnya. Yahudi itu memaksanya untuk membuka wajahnya. tetapi wanita itu menolak dan menjerit meminta tolong. Maka salah seorang dari kaum muslimin menyerang Yahudi itu dan membunuhnya. Untuk itulah Rasulullah saw. bersabda, "Memandang itu bagaikan anak panah beracun daripada iblis." (Thabrani).
Nabi Isa as. berkata, 'Takutlah akan memandang, karena memandang akan menimbulkan syahwat dalam hati. Dan cukuplah memandang wanita itu sebagai fitnah." Imam Mujahid rah.a. pernah berkata, "Jika ada seorang wanita yang datang, maka duduklah iblis di kepalanya. Lalu ia merias wanita itu dari pandangan orang yang melihatnya. Jika wanita itu membelakang, maka iblis akan duduk di pantatnya dan menghias wanita itu dari pandangan orang yang melihatnya."
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya iblis yang terlaknat berkhutbah kepada para syetan, "Hendaklah kalian menggoda manusia dengan khamar, dan segala sesuatu yang memabukkan dan dengan wanita. Sesungguhnya aku tidak mendapatkan suatu kumpulan kejahatan kecuali di dalamnya." ( Hakim ).
Read More or Baca Lebih Detil..

Sabtu, 09 Januari 2010

Jika Wanita Sholehah Cemburu Kepada Suami

Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan rasa cemburu pada diri wanita dan jihad pada diri laki-laki. Siapa di antara wanita tadi yang sabar dalam menghadapinya dengan penuh iman dan ihtisab, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mati syahid." ( Hadits Riwayat Thabrani).
Nabi saw, bersabda, "Sesungguhnya aku sangat cemburu, dan tiada seorang pun yang tidak cemburu melainkan terbalik hatinya." ( Hadits Riwayat Al Bazzar dan Daruquthni).

Cemburu adalah sifat fitrah bagi manusia, maka wanita yang tidak memiliki rasa cemburu dapat dikatakan tidak sesuai dengan fitrahnya. Allah swt. telah menyamakan antara cemburu pada wanita dengan jihad pada lelaki. Itu adalah suatu nikmat yang besar. Di samping akan mendapatkan pahala sabar dan mati syahid, juga dengannya Allah swt. akan menambahkan rasa kasih dan sayang di antara suami istri, yaitu jika rasa cemburu tersebut dilapisi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt.. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, Sesungguhnya sebagianprasangka itu adalah dosa." (Al-Hujurat: 12).

Abdullah bin Ja'far berwasiat kepada putrinya, "Hati-hatilah terhadap rasa cemburu karena sungguh ia merupakan awal perceraian, dan hindarilah banyak cemberut karena ia adalah pemicu kebencian. Usahakanlah untuk selalu mengunakan celak karena ia sebaik-baik perhiasan, dan wewangian adalah air."
Hendaknya sedang-sedang saja dalam cemburu, yaitu tidak dalam urusan yang ditakutkan keburukannya. Juga tidak terlalu berlebihan, sehingga berburuk sangka, mencari-cari ketergelincirannya dan mengintai-intai batinnya.

Al-Ghazali rah.a. menulis bahwa cemburu yang melampaui batas sehingga seolah-olah sangat diyakini olehnya, itu sangat dilarang keras dalam agama, sebab termasuk ke dalam ber-suuzhan kepada orang lain.

Seorang wanita berkata kepada Rasulullah saw., "Ya Rasulullah, Sesungguhnya aku mempunyai seorang madu, apakah aku berdosa jika kukatakan bahwa suaminya telah memberiku sesuatu, padahal ia tidak memberi apapun kepadaku?" Beliau menjawab, "Orang yang pura-pura menerima sesuatu yang tidak diberikan kepadanya, seperti orang yang mengenakan dua pakaian palsu."
Maksudnya, kecemburuannya telah ia iringi dengan perbuatan bohong dan menipu diri sendiri dan orang lain. Hal ini adalah perbuatan dosa.


Read More or Baca Lebih Detil..

Jika Bertengkar dengan Suami

Ada saatnya, di mana pasangan suami istri diuji dengan ketidakcocokan satu sama lainnya dalam suatu hal. Sebagai wanita shalihah, hendaklah selalu menjaga adab serta kesopanan dalam berbicara ataupun bertingkah laku. Kehormatan suami sebagai pimpinan keluarga tetap dijunjung tinggi. Rasulullah saw bersabda, "Istri yang mau menerima sifat pemarah suaminya, akan diberi ganjaran oleh Allah dengan ganjaran yang sama seperti yang diberikan kepada Asiah binti Muzhahim (istri Firaun)." ( Kitab Biharul Anwar, 247).

Rasulullah saw. bersabda, "Bila dua orang muslim tidak saling berbicara selama dua hari, maka keduanya telah keluar dari Islam, dan tidak akan ada persahabatan yang tersisa pada mereka. Dan salah seorang dari mereka yang mempunyai maksud untuk berbaik kembali akan masuk surga lebih cepat daripada yang lainnya pada hari Hisab." ( Biharul Anwar, 103).
Juga sebagai seorang wanita shalihah hendaknya memahami dengan benar aturan Allah dalam hal berselisih di antara suami istri. Jika perselisihan ini disebabkan . nusyuz-nya istri, maka Allah memerintahkan beberapa jalan yang harus ditempuh oleh suami dalam memperbaikinya. Yaitu dengan cara; 1. Memberi nasehat, atau 2. Berpisah tempat tidur, atau 3. Pukulan (yang tidak menyakitkan). Peraturan ini telah diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya: "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur, dan pukullah mereka. " (An-Nisa: 34) .
Tentu sebagai wanita shalihah, bila terjadi perselisihan, dan kesalahan di pihak kita, maka cukup dengan nasehat. Lalu segera memperbaiki diri, bertaubat dan beristighfar kepada Allah. Hendaklah jangan sekali-kali terlontar ucapan kotor dan menyakitkan suami dari mulut kita. Diriwayatkan bahwa Laqit bin Shabirah ra. bertanya kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah, aku mempunyai istri yang lisannya suka mengeluarkan kata-kata yang tidak baik." Sabda beliau, "Ceraikanlah ia." Aku berkata, "Aku mempunyai anak darinya dan aku telah hidup bersamanya lama sekali." Sabda beliau, "Nasehatilah ia, jika ia mau menerima nasehat, maka terimalah. Dan jangan kamu memukul istrimu sebagaimana kamu memukul budak-budakmu." (AbuDawud).



Read More or Baca Lebih Detil..

Setia terhadap Suami

Bakti istri terhadap suami yang selanjutnya adalah kesetiaan. Apapun keadaan suami, baik miskin, kaya, sakit, sehat, ketika ada, ataupun tidak ada seorang wanita shalihah tetap menjaga kesetiaannya terhadap suami. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya setia dengan janji (termasuk akad nikah) adalah sebagian dari iman." (Hakim, Baihaqi).

Nabi saw. bersabda, 'Tiga hal tergolong kebahagiaan, yaitu: istri yang bila kau pandang menyenangkan, apabila kau tinggal pergi engkau merasa yakin akan kesetiaannya. Dan tiga hal yang tergolong kesengsaraan, yaitu: istri yang apabila engkau pandang menjemukan, lisannya selalu mengumpatmu, dan jika engkau pergi tidak merasa aman atas dirinya (khawatir khianat) ." (Hakim) .
Mengenai hal ini ada suatu kisah, bahwa Aisyah ra. berkata, "Ketika ahlu Makkah ditawari untuk menebus tawanan-tawanannya, diutuslah Zainab binti Rasulullah saw. untuk menebus suaminya Abul 'Ash bin Rabi' dengan hartanya. Dengan membawa kalung perhiasan milik ibunya Khadijah ra., ia pun masuk membawa kalung itu untuk menebus Abul 'Ash. Ketika Nabi saw. melihatnya, beliau sangat terharu, dan berkata, "Bagaimana pendapat kalian jikalau ia dibebaskan dan tebusannya dikembalikan kepada Zainab." Mereka menjawab, "Boleh." Maka Nabi saw. membawanya, dan menjanjikan untuk membiarkan Zainab bertemu suaminya. Lalu Beliau saw. mengutus Zaid bin Haritsah dan seorang Anshar sambil berkata, "Aku harap kalian terus berada di Banu Yajuj hingga Zainab melewati kalian berdua." Akhirnya mereka berdua mendampinginya dan datang bersama Zainab." (Abu Dawud) .


Syaikh Abdul Halim Hamid mengomentari, bahwa di dalam kisah ini ada dua nilai kesetiaan:
1. Kesetiaan istri kepada suami. Zainab menebus suaminya yang ketika itu masih musyrik dengan harta yang paling berharga yaitu kalung milik ibunya, Khadijah rha yang merupakan istri pertama Nabi saw.
2. Kesetiaan suami kepada istri. Rasulullah saw. tersentuh perasaannya tatkala melihat kalung istrinya, Khadijah. Beliau membebaskan tawanan dan mengembalikan kalung tersebut kepada putrinya.
Zaid bin Aslam ra. merumuskan bahwa yang dimaksud dengan setia ialah: "Wanita yang selalu mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak pernah mendatangkan lelaki lain ke pembaringan, hal ini senilai seorang yang berjihad di jalan Allah." Muslim bin Yasir rah.a. mengatakan, "Tiada lelaki merasa gembira seperti gembiranya terhadap tiga hal, yaitu: Istri shalihah, tetangga yang shalih, dan tempat tinggal yang shalih."

Al-Ashmu'i rah.a. berkata, "Aku masuk ke kampung. Tiba-tiba ada seorang wanita yang termasuk tercantik wajahnya di bawah lelaki yang termasuk paling buruk wajahnya. Aku bertanya kepada wanita itu, "Wahai wanita, apakah kamu ridha berada di bawah lelaki seperti dia?" la menjawab, "Wahai diamlah! Sungguh kamu telah berbuat buruk dalam ucapanmu. Semoga ia berbuat baik dalam apa yang antara ia dan Penciptanya, maka memberi pahalanya kepadaku atau barangkali aku berbuat buruk pada apa yang antaraku dan Penciptaku, lalu Dia menjadikannya sebagai siksaanku. Apakah aku tidak ridha kepada apa yang diridhai Allah bagiku?" Maka wanita itu membuatku terdiam."

Nabi saw. bersabda, "Aku melihat-lihat ke dalam neraka, tiba-tiba kulihat sebagian besar penghuninya adalah wanita." Maka para wanita bertanya, "Mengapa, ya Rasulullah?" Jawab Beliau, "Mereka banyak mengutuk dan mereka mengingkari keluarga (yakni suami yang menggaulinya)." (Muttafaq Alaih).

Syaikh Abdul Halim Hamid menuliskan bahwa setia menjaga diri saat kepergian suami adalah kewajiban syar'i dan bukan sekedar anjuran dan perangai utama belaka. Maka kami merasa perlu menjelaskan bagaimana semestinya bentuk penjagaan seorang istri tatkala suami tiada. Hal ini bisa diringkas sebagai berikut: Menjaga rahasia-rahasianya, menjaga anak-anaknya, hartanya, harga diri dan kehormatannya, dan menjaga hubungan baik dengan kerabat dan familinya.
Beliau melanjutkan: Janganlah membuka rahasia dan membantah suami. Apabila engkau membuka rahasianya, engkau tak merasa aman dari perceraian, dan apabila membantah perintahnya, maka engkau telah melukai hatinya.

Ali ra. juga menasehati, "Kebaikan di dunia dan di akhirat ada dua, yaitu; menjaga rahasia dan persahabatan dengan orang-orang baik. Dan kejahatan juga ada dua, yaitu; mengungkapkan rahasia dan berkawan dengan orang-orang yang tidak baik."
Read More or Baca Lebih Detil..

Panduan Berjima'/ Berhubungan Intim dengan Suami

Rasulullah saw. bersabda,
"Sebaik-baik wanita di antara kalian ialah yang paling menjaga dan paling pandai membangkitkan syahwat. Paling menjaga kemaluannya dan paling pandai menggairahkan syahwat suaminya." (Dailami).

Yang paling menjaga maksudnya adalah menjaga aurat serta kehormatannya dari lelaki yang bukan mahram. Sedangkan Yang pandai menggairahkan syahwat' hanyalah ditujukan kepada suaminya. Inilah istri yang paling baik. Yaitu pandai menggoda, pandai menghibur, pandai merayu, pandai bersolek, dan berdandan di hadapan suaminya. Rasulullah saw. bersabda kepada Jabir ra., "Alangkah baiknya jika istrimu itu seorang gadis yang kamu dapat bermain-main dengannya dan ia dapat bermain-main denganmu." (Bukhari, Muslim)

Anjuran yang utama bagi seorang wanita shalihah dalam masalah jima' dengan suami adalah jangan menunda-nunda jika suami mengajak berhubungan badan, apalagi menolaknya ketika ia dalam keadaan sehat, karena menyegerakan keinginan suami dalam urusan tempat tidur (Hubungan intim') adalah sangat besar pengaruhnya dalam hubungan cinta kasih antara suami istri. Rasulullah saw. bersabda, "Seorang wanita itu datang dalam bentuk syetan, maka ketika salah seorang dari kalian melihat wanita yang memikatnya, segeralah mendatangi istrinya, karena hal itu dapat meredam gejolak yang ada di dalam dirinya." (Muslim).

Rasulullah saw. bersabda, "Allah melaknat istri yang suka berkata, “Nanti. nanti' (dalam memenuhi ajakan suaminya)." (Thabrani).


Beberapa hikmah yang terkandung dalam menyegerakan panggilan suami dalam hubungan biologis, diantaranya adalah: a. Dapat memenuhi kewajiban biologis suami hingga puas. B. Menjaga sehingga tidak terjerumus dalam perzinahan. c. Jika menolak, maka akan timbul buruk sangka suami kepada istri. d. Menjaga keharmonisan rumah tangga.
Sebaiknya istri yang shalihah mengetahui waktu-waktu yang tepat untuk berhubungan dengan suami, sehingga hubungan tersebut akan mentiptakan suasana yang harmonis, mesra dan berkesan. Waktu-waktu tersebut adalah:
a. Setelah suami pulang dari bepergian jauh.
b. Malam ketika merayakan sesuatu
c. Saat perbaikan (ishlah) setelah berselisih dengan suami
d. Ketika mencapai suatu keberhasilan
e. Saat-saat banyak cobaan

Nabi saw. bersabda, "Jika seseorang wanita (istri) bermalam dengan meninggalkan kasur suaminya, para malaikat akan melaknatnya hingga ia kembali." (Bukhari, Muslim). Dalam hadits lain, Bersabda Rasulullah saw., "Jika suami memanggil istrinya, maka hendaklah istri mendatangi suaminya walaupun ia sedang berada di atas tungku." (Tirmidzi, Nasa'i).

Islam mengatur hubungan lelaki dan wanita agar menjadi hubungan yang suci dan bersih. Anjuran Rasulullah saw. agar istri jangan menolak ajakan suami dalam hubungan seksual adalah termasuk untuk menjaga hubungan yang bersih dan suci. Demi terhindarnya perzinahan, maka istri hendaknya berusaha menunaikan pelayanan biologis suami kapan saja dengan pelayanan yang sebaik-baiknya, kecuali pada masa-masa yang telah diharamkan untuk bersetubuh, yaitu: a. Pada masa haidh, b. pada masa nifas, c. pada masa puasa wajib, dan d. pada masa haji dan umrah sebelum tahallul.

Syaikh Abdul Halim Hamid menasehatkan bahwa ada sebuah adab dan etika yang harus diperhatikan oleh seorang istri, agar pertemuan dengan suaminya akan menjadi pertemuan yang menyenangkan dan indah. Sebagian adab itu antara lain:
a. Memulai dengan membaca do'a
b. Menjaga temparnya agar bersih, aromanya harum dan penampil-annya tampak menarik.
c. Saling membisikkan ungkapan-ungkapan mesra, agar senantiasa harmonis.
d. Kelembutan ketika berlangsungnya jima'.
e. Tidak menyudahi jima' sehingga keduanya merasa ridha dan puas.

Hendaklah diingat bahwa dimakruhkan untuk bersetubuh pada tiga malam dari satu bulan, yaitu awal, pertengahan, dan akhir bulan. Abu Hurairah ra. berkata bahwa syetan menghadiri persetubuhan pada malam-malam itu.
Read More or Baca Lebih Detil..

Panduan Berdandan Untuk Suami

Rasulullah saw. bersabda, 'Tidaklah seorang mukmin lebih mengambil manfaat setelah ketaqwaan kepada Allah yang baik baginya, daripada istri shalihah. Jika diperintah ia taat, jika suaminya melihatnya akan menyenangkannya." (Ibnu Majah).

Syaikh Abdul Halim Hamid menasehati para istri, "Hendaklah sang istri menjadi ratu kecantikan dan keindahan di rumahnya, membuat keridhaan Rabbnya dan menciptakan kebahagian bagi suaminya." Islam mengajarkan wanita muslimah agar berhias dan berdandan, memakai minyak wangi, bersolek, dan sebagainya. Tetapi dengan catatan bahwa itu semua hanya ditujukan kepada suami. Dan melarangnya, jika dilakukan untuk selain suami.

Ibnu Jauzi rah.a. menjelaskan tentang berdandan seorang wanita di hadapan suaminya, katanya, "Setelah usai penciptaan dan sempurna kebagusannya, ia dituntut untuk selalu berada pada kondisi berhias dan bersih. Dengan menggunakan perangkat-perangkat kosmetika, beragam pakaian, dan aneka model dandanan yang cocok untuk selera suami." Sedangkan Syaikh Abdul Halim Hamid memberikan beberapa nasehat untuk para istri dalam hal berdandan; Hati-hatilah agar jangan sekali-kali pandangan suami jatuh pada sesuatu yang dibencinya, seperti: kotoran dan bau yang tidak sedap atau sifat-sifat yang menyebalkan. Bervariasilah dalam berdandan dan dalam menggunakan parfum, karena dalam variasi ada kesegaran dan daya tarik. Berupayalah memenuhi selera suami, meliputi: warna baju, jenis kain serta modelnya, aroma parfum, model rambut, dan lain-lain dandanan seperti celak dan pacar (pemerah kuku) .

Ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah ra. tentang pacar, maka ia menjawab, "Tidaklah mengapa, tetapi saya tidak menyukai-nya karena kekasihku (Nabi saw.) dahulu membenci baunya." (Abu Dawud, Nasa'i).

Di dalam Tathul Qadir' disebutkan bahwa alim ulama berkata, "Berdandannya seorang wanita dan mengharumkan tubuhnya dengan wewangian adalah faktor utama yang dapat mengokohkan bangunan cinta kasih antar suami istri, dan dapat menjauhkan perasaan benci dan enggan di antara mereka, karena mata dan hidung adalah jendela hati. Darinyalah cinta keluar. Sedang jika (suami) melihat pandangan yang menyebalkan atau sesuatu yang tidak disukai olehnya, meliputi pakaian dan dandanan istrinya, maka hal itu akan berkesan juga dalam hatinya, dan lahirlah rasa benci dan enggan pada istrinya."

Seorang wanita shalihah juga pandai dalam memilih waktu yang tepat untuk berhias dan memakai wewangian agar dapat menarik dan memikat hati suami, di antaranya adalah: (a) Pada waktu istirahat, (b) Pada waktu bercanda dan mengobrol dengan suami, (c) Pada waktu anggota tubuh banyak dalam keadaan terbuka (sebelum Shubuh, istirahat siang, dan setelah Isya), (d) Ketika akan berjima' dengan suami.
Namun jangan berhias dengan berlebihan. Seperti menggunakan uang terlalu banyak untuk biaya berhias, memakan waktu berjam-jam untuk berhias, dan sebagainya, karena hal tersebut termasuk dalam perbuatan mubadzir.


Read More or Baca Lebih Detil..