Sabtu, 09 Januari 2010

Jika Wanita Sholehah Cemburu Kepada Suami

Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan rasa cemburu pada diri wanita dan jihad pada diri laki-laki. Siapa di antara wanita tadi yang sabar dalam menghadapinya dengan penuh iman dan ihtisab, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mati syahid." ( Hadits Riwayat Thabrani).
Nabi saw, bersabda, "Sesungguhnya aku sangat cemburu, dan tiada seorang pun yang tidak cemburu melainkan terbalik hatinya." ( Hadits Riwayat Al Bazzar dan Daruquthni).

Cemburu adalah sifat fitrah bagi manusia, maka wanita yang tidak memiliki rasa cemburu dapat dikatakan tidak sesuai dengan fitrahnya. Allah swt. telah menyamakan antara cemburu pada wanita dengan jihad pada lelaki. Itu adalah suatu nikmat yang besar. Di samping akan mendapatkan pahala sabar dan mati syahid, juga dengannya Allah swt. akan menambahkan rasa kasih dan sayang di antara suami istri, yaitu jika rasa cemburu tersebut dilapisi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt.. Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, Sesungguhnya sebagianprasangka itu adalah dosa." (Al-Hujurat: 12).

Abdullah bin Ja'far berwasiat kepada putrinya, "Hati-hatilah terhadap rasa cemburu karena sungguh ia merupakan awal perceraian, dan hindarilah banyak cemberut karena ia adalah pemicu kebencian. Usahakanlah untuk selalu mengunakan celak karena ia sebaik-baik perhiasan, dan wewangian adalah air."
Hendaknya sedang-sedang saja dalam cemburu, yaitu tidak dalam urusan yang ditakutkan keburukannya. Juga tidak terlalu berlebihan, sehingga berburuk sangka, mencari-cari ketergelincirannya dan mengintai-intai batinnya.

Al-Ghazali rah.a. menulis bahwa cemburu yang melampaui batas sehingga seolah-olah sangat diyakini olehnya, itu sangat dilarang keras dalam agama, sebab termasuk ke dalam ber-suuzhan kepada orang lain.

Seorang wanita berkata kepada Rasulullah saw., "Ya Rasulullah, Sesungguhnya aku mempunyai seorang madu, apakah aku berdosa jika kukatakan bahwa suaminya telah memberiku sesuatu, padahal ia tidak memberi apapun kepadaku?" Beliau menjawab, "Orang yang pura-pura menerima sesuatu yang tidak diberikan kepadanya, seperti orang yang mengenakan dua pakaian palsu."
Maksudnya, kecemburuannya telah ia iringi dengan perbuatan bohong dan menipu diri sendiri dan orang lain. Hal ini adalah perbuatan dosa.


Read More or Baca Lebih Detil..

Jika Bertengkar dengan Suami

Ada saatnya, di mana pasangan suami istri diuji dengan ketidakcocokan satu sama lainnya dalam suatu hal. Sebagai wanita shalihah, hendaklah selalu menjaga adab serta kesopanan dalam berbicara ataupun bertingkah laku. Kehormatan suami sebagai pimpinan keluarga tetap dijunjung tinggi. Rasulullah saw bersabda, "Istri yang mau menerima sifat pemarah suaminya, akan diberi ganjaran oleh Allah dengan ganjaran yang sama seperti yang diberikan kepada Asiah binti Muzhahim (istri Firaun)." ( Kitab Biharul Anwar, 247).

Rasulullah saw. bersabda, "Bila dua orang muslim tidak saling berbicara selama dua hari, maka keduanya telah keluar dari Islam, dan tidak akan ada persahabatan yang tersisa pada mereka. Dan salah seorang dari mereka yang mempunyai maksud untuk berbaik kembali akan masuk surga lebih cepat daripada yang lainnya pada hari Hisab." ( Biharul Anwar, 103).
Juga sebagai seorang wanita shalihah hendaknya memahami dengan benar aturan Allah dalam hal berselisih di antara suami istri. Jika perselisihan ini disebabkan . nusyuz-nya istri, maka Allah memerintahkan beberapa jalan yang harus ditempuh oleh suami dalam memperbaikinya. Yaitu dengan cara; 1. Memberi nasehat, atau 2. Berpisah tempat tidur, atau 3. Pukulan (yang tidak menyakitkan). Peraturan ini telah diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya: "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur, dan pukullah mereka. " (An-Nisa: 34) .
Tentu sebagai wanita shalihah, bila terjadi perselisihan, dan kesalahan di pihak kita, maka cukup dengan nasehat. Lalu segera memperbaiki diri, bertaubat dan beristighfar kepada Allah. Hendaklah jangan sekali-kali terlontar ucapan kotor dan menyakitkan suami dari mulut kita. Diriwayatkan bahwa Laqit bin Shabirah ra. bertanya kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah, aku mempunyai istri yang lisannya suka mengeluarkan kata-kata yang tidak baik." Sabda beliau, "Ceraikanlah ia." Aku berkata, "Aku mempunyai anak darinya dan aku telah hidup bersamanya lama sekali." Sabda beliau, "Nasehatilah ia, jika ia mau menerima nasehat, maka terimalah. Dan jangan kamu memukul istrimu sebagaimana kamu memukul budak-budakmu." (AbuDawud).



Read More or Baca Lebih Detil..

Setia terhadap Suami

Bakti istri terhadap suami yang selanjutnya adalah kesetiaan. Apapun keadaan suami, baik miskin, kaya, sakit, sehat, ketika ada, ataupun tidak ada seorang wanita shalihah tetap menjaga kesetiaannya terhadap suami. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya setia dengan janji (termasuk akad nikah) adalah sebagian dari iman." (Hakim, Baihaqi).

Nabi saw. bersabda, 'Tiga hal tergolong kebahagiaan, yaitu: istri yang bila kau pandang menyenangkan, apabila kau tinggal pergi engkau merasa yakin akan kesetiaannya. Dan tiga hal yang tergolong kesengsaraan, yaitu: istri yang apabila engkau pandang menjemukan, lisannya selalu mengumpatmu, dan jika engkau pergi tidak merasa aman atas dirinya (khawatir khianat) ." (Hakim) .
Mengenai hal ini ada suatu kisah, bahwa Aisyah ra. berkata, "Ketika ahlu Makkah ditawari untuk menebus tawanan-tawanannya, diutuslah Zainab binti Rasulullah saw. untuk menebus suaminya Abul 'Ash bin Rabi' dengan hartanya. Dengan membawa kalung perhiasan milik ibunya Khadijah ra., ia pun masuk membawa kalung itu untuk menebus Abul 'Ash. Ketika Nabi saw. melihatnya, beliau sangat terharu, dan berkata, "Bagaimana pendapat kalian jikalau ia dibebaskan dan tebusannya dikembalikan kepada Zainab." Mereka menjawab, "Boleh." Maka Nabi saw. membawanya, dan menjanjikan untuk membiarkan Zainab bertemu suaminya. Lalu Beliau saw. mengutus Zaid bin Haritsah dan seorang Anshar sambil berkata, "Aku harap kalian terus berada di Banu Yajuj hingga Zainab melewati kalian berdua." Akhirnya mereka berdua mendampinginya dan datang bersama Zainab." (Abu Dawud) .


Syaikh Abdul Halim Hamid mengomentari, bahwa di dalam kisah ini ada dua nilai kesetiaan:
1. Kesetiaan istri kepada suami. Zainab menebus suaminya yang ketika itu masih musyrik dengan harta yang paling berharga yaitu kalung milik ibunya, Khadijah rha yang merupakan istri pertama Nabi saw.
2. Kesetiaan suami kepada istri. Rasulullah saw. tersentuh perasaannya tatkala melihat kalung istrinya, Khadijah. Beliau membebaskan tawanan dan mengembalikan kalung tersebut kepada putrinya.
Zaid bin Aslam ra. merumuskan bahwa yang dimaksud dengan setia ialah: "Wanita yang selalu mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak pernah mendatangkan lelaki lain ke pembaringan, hal ini senilai seorang yang berjihad di jalan Allah." Muslim bin Yasir rah.a. mengatakan, "Tiada lelaki merasa gembira seperti gembiranya terhadap tiga hal, yaitu: Istri shalihah, tetangga yang shalih, dan tempat tinggal yang shalih."

Al-Ashmu'i rah.a. berkata, "Aku masuk ke kampung. Tiba-tiba ada seorang wanita yang termasuk tercantik wajahnya di bawah lelaki yang termasuk paling buruk wajahnya. Aku bertanya kepada wanita itu, "Wahai wanita, apakah kamu ridha berada di bawah lelaki seperti dia?" la menjawab, "Wahai diamlah! Sungguh kamu telah berbuat buruk dalam ucapanmu. Semoga ia berbuat baik dalam apa yang antara ia dan Penciptanya, maka memberi pahalanya kepadaku atau barangkali aku berbuat buruk pada apa yang antaraku dan Penciptaku, lalu Dia menjadikannya sebagai siksaanku. Apakah aku tidak ridha kepada apa yang diridhai Allah bagiku?" Maka wanita itu membuatku terdiam."

Nabi saw. bersabda, "Aku melihat-lihat ke dalam neraka, tiba-tiba kulihat sebagian besar penghuninya adalah wanita." Maka para wanita bertanya, "Mengapa, ya Rasulullah?" Jawab Beliau, "Mereka banyak mengutuk dan mereka mengingkari keluarga (yakni suami yang menggaulinya)." (Muttafaq Alaih).

Syaikh Abdul Halim Hamid menuliskan bahwa setia menjaga diri saat kepergian suami adalah kewajiban syar'i dan bukan sekedar anjuran dan perangai utama belaka. Maka kami merasa perlu menjelaskan bagaimana semestinya bentuk penjagaan seorang istri tatkala suami tiada. Hal ini bisa diringkas sebagai berikut: Menjaga rahasia-rahasianya, menjaga anak-anaknya, hartanya, harga diri dan kehormatannya, dan menjaga hubungan baik dengan kerabat dan familinya.
Beliau melanjutkan: Janganlah membuka rahasia dan membantah suami. Apabila engkau membuka rahasianya, engkau tak merasa aman dari perceraian, dan apabila membantah perintahnya, maka engkau telah melukai hatinya.

Ali ra. juga menasehati, "Kebaikan di dunia dan di akhirat ada dua, yaitu; menjaga rahasia dan persahabatan dengan orang-orang baik. Dan kejahatan juga ada dua, yaitu; mengungkapkan rahasia dan berkawan dengan orang-orang yang tidak baik."
Read More or Baca Lebih Detil..

Panduan Berjima'/ Berhubungan Intim dengan Suami

Rasulullah saw. bersabda,
"Sebaik-baik wanita di antara kalian ialah yang paling menjaga dan paling pandai membangkitkan syahwat. Paling menjaga kemaluannya dan paling pandai menggairahkan syahwat suaminya." (Dailami).

Yang paling menjaga maksudnya adalah menjaga aurat serta kehormatannya dari lelaki yang bukan mahram. Sedangkan Yang pandai menggairahkan syahwat' hanyalah ditujukan kepada suaminya. Inilah istri yang paling baik. Yaitu pandai menggoda, pandai menghibur, pandai merayu, pandai bersolek, dan berdandan di hadapan suaminya. Rasulullah saw. bersabda kepada Jabir ra., "Alangkah baiknya jika istrimu itu seorang gadis yang kamu dapat bermain-main dengannya dan ia dapat bermain-main denganmu." (Bukhari, Muslim)

Anjuran yang utama bagi seorang wanita shalihah dalam masalah jima' dengan suami adalah jangan menunda-nunda jika suami mengajak berhubungan badan, apalagi menolaknya ketika ia dalam keadaan sehat, karena menyegerakan keinginan suami dalam urusan tempat tidur (Hubungan intim') adalah sangat besar pengaruhnya dalam hubungan cinta kasih antara suami istri. Rasulullah saw. bersabda, "Seorang wanita itu datang dalam bentuk syetan, maka ketika salah seorang dari kalian melihat wanita yang memikatnya, segeralah mendatangi istrinya, karena hal itu dapat meredam gejolak yang ada di dalam dirinya." (Muslim).

Rasulullah saw. bersabda, "Allah melaknat istri yang suka berkata, “Nanti. nanti' (dalam memenuhi ajakan suaminya)." (Thabrani).


Beberapa hikmah yang terkandung dalam menyegerakan panggilan suami dalam hubungan biologis, diantaranya adalah: a. Dapat memenuhi kewajiban biologis suami hingga puas. B. Menjaga sehingga tidak terjerumus dalam perzinahan. c. Jika menolak, maka akan timbul buruk sangka suami kepada istri. d. Menjaga keharmonisan rumah tangga.
Sebaiknya istri yang shalihah mengetahui waktu-waktu yang tepat untuk berhubungan dengan suami, sehingga hubungan tersebut akan mentiptakan suasana yang harmonis, mesra dan berkesan. Waktu-waktu tersebut adalah:
a. Setelah suami pulang dari bepergian jauh.
b. Malam ketika merayakan sesuatu
c. Saat perbaikan (ishlah) setelah berselisih dengan suami
d. Ketika mencapai suatu keberhasilan
e. Saat-saat banyak cobaan

Nabi saw. bersabda, "Jika seseorang wanita (istri) bermalam dengan meninggalkan kasur suaminya, para malaikat akan melaknatnya hingga ia kembali." (Bukhari, Muslim). Dalam hadits lain, Bersabda Rasulullah saw., "Jika suami memanggil istrinya, maka hendaklah istri mendatangi suaminya walaupun ia sedang berada di atas tungku." (Tirmidzi, Nasa'i).

Islam mengatur hubungan lelaki dan wanita agar menjadi hubungan yang suci dan bersih. Anjuran Rasulullah saw. agar istri jangan menolak ajakan suami dalam hubungan seksual adalah termasuk untuk menjaga hubungan yang bersih dan suci. Demi terhindarnya perzinahan, maka istri hendaknya berusaha menunaikan pelayanan biologis suami kapan saja dengan pelayanan yang sebaik-baiknya, kecuali pada masa-masa yang telah diharamkan untuk bersetubuh, yaitu: a. Pada masa haidh, b. pada masa nifas, c. pada masa puasa wajib, dan d. pada masa haji dan umrah sebelum tahallul.

Syaikh Abdul Halim Hamid menasehatkan bahwa ada sebuah adab dan etika yang harus diperhatikan oleh seorang istri, agar pertemuan dengan suaminya akan menjadi pertemuan yang menyenangkan dan indah. Sebagian adab itu antara lain:
a. Memulai dengan membaca do'a
b. Menjaga temparnya agar bersih, aromanya harum dan penampil-annya tampak menarik.
c. Saling membisikkan ungkapan-ungkapan mesra, agar senantiasa harmonis.
d. Kelembutan ketika berlangsungnya jima'.
e. Tidak menyudahi jima' sehingga keduanya merasa ridha dan puas.

Hendaklah diingat bahwa dimakruhkan untuk bersetubuh pada tiga malam dari satu bulan, yaitu awal, pertengahan, dan akhir bulan. Abu Hurairah ra. berkata bahwa syetan menghadiri persetubuhan pada malam-malam itu.
Read More or Baca Lebih Detil..

Panduan Berdandan Untuk Suami

Rasulullah saw. bersabda, 'Tidaklah seorang mukmin lebih mengambil manfaat setelah ketaqwaan kepada Allah yang baik baginya, daripada istri shalihah. Jika diperintah ia taat, jika suaminya melihatnya akan menyenangkannya." (Ibnu Majah).

Syaikh Abdul Halim Hamid menasehati para istri, "Hendaklah sang istri menjadi ratu kecantikan dan keindahan di rumahnya, membuat keridhaan Rabbnya dan menciptakan kebahagian bagi suaminya." Islam mengajarkan wanita muslimah agar berhias dan berdandan, memakai minyak wangi, bersolek, dan sebagainya. Tetapi dengan catatan bahwa itu semua hanya ditujukan kepada suami. Dan melarangnya, jika dilakukan untuk selain suami.

Ibnu Jauzi rah.a. menjelaskan tentang berdandan seorang wanita di hadapan suaminya, katanya, "Setelah usai penciptaan dan sempurna kebagusannya, ia dituntut untuk selalu berada pada kondisi berhias dan bersih. Dengan menggunakan perangkat-perangkat kosmetika, beragam pakaian, dan aneka model dandanan yang cocok untuk selera suami." Sedangkan Syaikh Abdul Halim Hamid memberikan beberapa nasehat untuk para istri dalam hal berdandan; Hati-hatilah agar jangan sekali-kali pandangan suami jatuh pada sesuatu yang dibencinya, seperti: kotoran dan bau yang tidak sedap atau sifat-sifat yang menyebalkan. Bervariasilah dalam berdandan dan dalam menggunakan parfum, karena dalam variasi ada kesegaran dan daya tarik. Berupayalah memenuhi selera suami, meliputi: warna baju, jenis kain serta modelnya, aroma parfum, model rambut, dan lain-lain dandanan seperti celak dan pacar (pemerah kuku) .

Ada seorang wanita bertanya kepada Aisyah ra. tentang pacar, maka ia menjawab, "Tidaklah mengapa, tetapi saya tidak menyukai-nya karena kekasihku (Nabi saw.) dahulu membenci baunya." (Abu Dawud, Nasa'i).

Di dalam Tathul Qadir' disebutkan bahwa alim ulama berkata, "Berdandannya seorang wanita dan mengharumkan tubuhnya dengan wewangian adalah faktor utama yang dapat mengokohkan bangunan cinta kasih antar suami istri, dan dapat menjauhkan perasaan benci dan enggan di antara mereka, karena mata dan hidung adalah jendela hati. Darinyalah cinta keluar. Sedang jika (suami) melihat pandangan yang menyebalkan atau sesuatu yang tidak disukai olehnya, meliputi pakaian dan dandanan istrinya, maka hal itu akan berkesan juga dalam hatinya, dan lahirlah rasa benci dan enggan pada istrinya."

Seorang wanita shalihah juga pandai dalam memilih waktu yang tepat untuk berhias dan memakai wewangian agar dapat menarik dan memikat hati suami, di antaranya adalah: (a) Pada waktu istirahat, (b) Pada waktu bercanda dan mengobrol dengan suami, (c) Pada waktu anggota tubuh banyak dalam keadaan terbuka (sebelum Shubuh, istirahat siang, dan setelah Isya), (d) Ketika akan berjima' dengan suami.
Namun jangan berhias dengan berlebihan. Seperti menggunakan uang terlalu banyak untuk biaya berhias, memakan waktu berjam-jam untuk berhias, dan sebagainya, karena hal tersebut termasuk dalam perbuatan mubadzir.


Read More or Baca Lebih Detil..

Etika Mengingatkan Suami

Rasulullah saw. bersabda,
"Rahmat Allah ke atas wanita yang bangun malam dan shalat, lalu membangunkan suaminya dan ikut shalat. Apabila suaminya enggan, maka ia percikkan air di mukanya." (Ahmad, Abu Dawud) .
Allah berfirman, "Dan orang-orang beriman, lelaki dan wanita, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah serta Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (At-Taubah : 71) .
Urusan saling mengingatkan adalah tugas seluruh muslimin dan muslimat, siapapun mereka, lebih-lebih pasangan suami istri. Syaikh Abdul Halim Hamid menulis bahwa salah satu kerja sama yang sangat penting yang dianjurkan oleh Islam kepada suami-istri muslim adalah kerja sama dalam jihad fi sabilillah, dakwah dan tabligh. Seorang istri juga ikut memberikan masukan agama kepada suaminya. Sebagaimana Hafsah rha. yang memberikan masukan kepada ayahnya, Amirul Mukminin Umar ra. tentang beberapa lama batas kesabaran seorang wanita ketika ditinggal oleh suaminya untuk berjihad di jalan Allah. Kita sudah mengetahui ceritanya. Juga salah satu bentuk kerja sama yang indah adalah bila seorang istri dapat mengingatkan kembali bahwa pertolongan dan dukungan Allah selalu bersamanya.


Juga sebagaimana dalam perjanjian Hudaibiyah, Ummu Salamah ra. ikut memberikan pendapatnya kepada suaminya yaitu Rasulullah saw. demi kemaslahatan kaum muslimin. Sebaliknya, jangan menjadi seperti istri Abu Lahab la'natullah alaiha yang ikut memberikan usulan-usulan kepada suaminya dalam memusuhi Islam. Semoga Allah swt. merahmati pasangan yang senantiasa bekerja sama saling mengingatkan dalam urusan agama.

Jika usul istrinya baik dan diamalkan oleh suami, maka pahala kebaikan tersebut akan mengalir kepadanya. Sebaliknya, jika usul tersebut buruk untuk agama dan diamalkan oleh suami, maka dosanya pun akan ditanggung berdua.
Beliau juga mensifati istri para sahabat ra., yaitu dengan ungkapan: Mereka selalu mendorong suaminya untuk keluar di jalan Allah menyambut seruan jihad. Sang istri melepaskannya sambil memohon kepada Allah swt. agar suaminya diberi anugerah salah satu dari dua kebaikan; kemenangan atau mati syahid, sekalipun pada waktu malam pengantin, malam milik mereka berdua, yang paling indah, sebagaimana kisah Hanzhalah bin Abi Amir ra., sang syuhada yang dimandikan oleh para malaikat, karena ia berangkat ke medan pertempuran dalam keadaan junub.

Mereka, para istri sahabat, selalu mengangkat moral suami dan menyirnakan kekhawatiran dirinya dan anak-anaknya dengan menyebut sebuah ayat: "Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman." "Allah adalah Pelindungku, Pelindungmu, dan Pelindung anak-anak kita dan kita tidak memiliki kekuasaan atas urusan kita. Allah telah menjaga saat-saat kepergianmu lebih ketat daripada saat-saat engkau ada. Maka bertawakallah kepada Allah. Jangan sibukkan benakmu memikirkan rezeki. Aku melihatmu sebagai tukang makan dan bukan sebagai Pemberi rezeki. Maka bila si tukang makan tiada, sang Pemberi rezeki akan tetap hidup." Jika suami keluar dari rumahnya, maka istrinya atau anak perempuannya berkata kepadanya, "Hati-hatilah terhadap usaha yang haram. Sesungguhnya kami sabar terhadap lapar dan kesulitan dan kami tidak sabar terhadap neraka."

Suami istri adalah da'i Allah swt., keduanya bertanggung jawab atas kehidupan agama dalam sebuah rumah tangga khususnya dan umumnya di seluruh alam ini. Wanita shalihah senantiasa siap memperingatkan suami apabila ia lalai menafkahi istri dan keluarganya dengan nafkah agama, karena memberi nafkah agama kepada keluarga pun adalah kewajiban seorang kepala keluarga. Jika istri membiarkan kejelekan berkeliaran dalam rumah tangganya, maka berarti telah membiarkan penyakit menular dan berbahaya bertebaran di dalam rumah tangganya.
Suatu ketika Nabi saw. bertanya kepada Ali ra., "Bagaimanakah engkau mendapati pasanganmu?" Ali ra. menjawab, "Aku mendapati Fatimah sebagai pendorong yang terbaik dalam menyembah Allah." Nabi saw. pun bertanya kepada Fatimah ra. tentang Ali, ia menjawab, "Dia adalah suami yang terbaik."

Dalam kitab Shifatush Shajwah, dinukilkan bahwa Abu Ja'far As-Sa'ih berkata, "Ada berita yang sampai kepada kami, bahwa ada seorang wanita yang selalu rajin mengerjakan shalat-shalat sunnah, berkata kepada suaminya, "Celaka engkau! Bangunlah, sampai kapan engkau tidur saja? sampai kapan engkau dalam keadaan lalai? Aku akan bersumpah demi engkau. Janganlah mencari penghasilan kecuali dengan cara yang halal. Dan aku akan bersumpah demi engkau, janganlah masuk neraka hanya karena diriku. Berbuat baiklah kepada ibumu, sambunglah silaturahmi, janganlah memutuskan tali persaudaraan dengan mereka, sehingga Allah akan memutuskan dengan dirimu."
Read More or Baca Lebih Detil..

Menghibur Suami

Firman Allah swt., .
".. Agar kamu merasa tentram kepadanya." (Ar-Ruum: 21).
Di dalam ayat di atas, terkandung isyarat bahwa wanita harus menjadi pelabuhan ketentraman, kedamaian dan rasa aman bagi kaum laki-laki. Ini merupakan tugas fitrah bagi wanita dalam kehidupan yang dipenuhi oleh berbagai kesulitan.

Ummul Mukminin, Khadijah ra. adalah teladan nomor satu dalam masalah ini. Pada saat Rasulullah saw. mengalami ketegangan, ia meringankan beban perasaan beliau. Dia menyejukkan hati dan menghibur beliau seraya berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinamu, karena sungguh engkau telah menyambung silaturrahmi, menanggung orang yang kesulitan, menutup keperluan orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan menolong setiap upaya menegakkan kebenaran."
Ali ra. pun turut menyumbangkan nasehat kepada pasangan suami istri, "Hiburlah hati dari waktu ke waktu yang lain, sebab jika hati itu dibuat menjadi benci, maka ia akan menjadi buta."

Sesungguhnya inilah yang diinginkan oleh suami mana pun; yaitu mendapatkan ketenangan dan penghibur hati dari istrinya, sehingga mendapatkan dalam keluarganya 'rumahku surgaku'.
Syaikh Abdul Halim Hamid mengatakan, bahwa sesungguhnya Allah menjadikan istri sebagai tempat berteduh, agar suami tenang dan tenteram di haribaannya. Cinta yang ditunjukkan kepada suami dengan hati nan lembut penuh kasih sayang akan segera melenyapkan segala perasaan kusut, penat dan letih, setelah bergulat dengan gelombang kehidupan yang keras. Setiap orang memang ingin mempunyai teman yang bersedia mendengar dan berbagi rasa dengannya. Terma-suk suami kita. Wajarlah jika suami menghendaki keluarga adalah tempat untuk menghibur hatinya, melegakan hatinya. Demikian itu akan didapat jika seorang wanita shalihah memahami hal tersebut.
"Sebaliknya, adalah sangat dicela istri-istri yang tidak pandai menghibur suami. Rasulullah saw. bersabda, "Siapapun wanita yang cemberut di hadapan suaminya, maka ia akan dimurkai Allah sampai ia dapat menimbulkan senyuman suaminya dan meminta ridhanya." Dalam riwayat lain disebutkan, "Siapapun wanita yang durhaka di hadapan suaminya, melainkan ia akan bangkit dari kuburnya dengan mukanya yang berubah menjadi hitam."

Contoh Kisah Istri dalam Menghibur Suami •
Ketika putra Abu Thalhah ra. wafat, maka berkata Ummu Sulaim rah.a kepada keluarganya: "Jangan kalian memberitahu Abu Thalhah tentang anaknya, hingga aku sendiri yang menceritakannya." Datanglah Abu Thalhah pada saat berbuka puasa. Lalu ia berbuka. Kemudian Ummu Sulaim berdandan dengan sangat cantik, yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Tertariklah Abu Thalhah dan terjadilah hubungan suami istri pada malam itu. Ketika istrinya merasa bahwa Abu Thalhah telah puas, ia berkata, "Wahai Abu Thalhah, apa pendapatmu jika ada suatu kaum meminjamkan barang kepada kaum yang lain, ketika kaum tersebut ingin meminta barangnya kembali, adakah yang dipinjami berhak menghalangi?" Jawab Abu Thalhah ra., 'Tidak." Ummu Sulaim ra. berkata, "Maka mohonlah pahala dari Allah untuk anakmu." Maka marahlah Abu Thalhah seraya berkata, "Apakah engkau membiarkanku, sehingga aku sudah kotor (junub) baru engkau kabarkan tentang anakku?" Abu Thalhah segera menghadap Nabi saw. memberitahukan apa yang telah terjadi. Nabi saw. bersabda, "Semoga Allah memberkati malam kalian berdua." Maka hamillah Ummu Sulaim. Kemudian ia melahirkan bayinya. Ketika pagi tiba, bayi itu dibawa oleh Ummu Sulaim kepada Nabi saw. dan Abu Thalhah menitipinya beberapa buah kurma. Lalu Nabi saw. mengambil kurma itu dan mengunyahnya, setelah itu kunyahan kurma dari mulut beliau dimasukkan ke dalam mulut bayi dengan dioleskan ke seluruh rongganya lantas memberinya nama Abdullah." (Muttafaqun Alaih)

Fatimah binti Abdul Malik, istri khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada suatu saat ia masuk ke dalam kamarnya dan mendapati suaminya sedang duduk di atas tikar shalatnya sambil menangis. Ia bertanya kepada suaminya, "Mengapa engkau menangis seperti ini?" Jawabnya, "Oh malangnya wahai Fatimah, aku diberi tugas mengurus umat seperti ini. Yang senantiasa menjadi pikiranku adalah nasib si miskin yang kelaparan, orang yang merintih kesakitan, orang yang terasing di negeri ini, orang tawanan, orang tua renta, janda yang sendirian, orang yang mempunyai tanggungan keluarga yang besar dengan penghasilan yang kecil dan orang yang senasib dengan mereka di seluruh pelosok negeri ini, baik di Timur maupun di Barat, Utara maupun Selatan. Aku tahu bahwa Allah akan meminta pertanggung-jawaban dariku pada hari Kiamat, sedangkan pembela.mereka yang menjadi lawanku kelak adalah Rasulullah saw.. Aku betul-betul merasa takut tidak dapat mengemukakan jawaban di hadapannya, itulah sebabnya aku menangis....." Pada saat itulah Fatimah .menghibur suaminya dengan penuh kasih sayang, walaupun sang suami banyak menghabiskan waktunya untuk menunaikan kepentingan agama dan umat dibandingkan untuk mengurus dirinya sendiri.
Read More or Baca Lebih Detil..

Etika Berbicara Dengan Suami

Wanita shalihah senantiasa mampu menjaga pembicaraan di hadapan suaminya. Jangan sampai melalui pembicaraannya, ia mendapat murka Allah karena telah menyakiti hati suami. Memang kadangkala hal ini dilakukan karena dorongan emosi yang tidak terkontrol. '
Inilah yang sangat dikhawatirkan oleh Nabi saw. Diriwayatkan bahwa ketika beliau sedang mengerjakan shalat Kusuf, terbayang di benak Rasulullah saw. surga dan neraka. Dalam neraka beliau melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita. Para sahabat ra. bertanya; Apa sebabnya? Rasulullah saw. menjawab, "Karena mereka tidak mengakui kebaikan dan tidak berterima kasih kepada suaminya. Yaitu kamu berbuat baik kepada istrimu sepanjang hayatmu, namun suatu ketika karena suatu hal sepele ia berkata, 'Tidak pernah aku mendapatkan kebaikan apapun darimu." (Muttafaqun Alaih).


Ya'la bin Munabbih r.a menceritakan, bahwa ada seorang suami yang datang menghadap Rasulullah saw. dan menceritakan bahwa setiap suaminya datang, maka istri yang shalihah menyambutnya dengan kata-kata, "Selamat datang tuan pemilik rumah. Jika kehendakmu untuk akhiratmu, semoga Allah meningkatkan dengan |kemauanmu itu. Dan jika kehendakmu itu untuk duniamu, semoga Allah akan memberimu rezeki dan merestuimu." Mendengar penuturan orang tersebut, Rasulullah saw. bersabda, "Untuk istrimu itu pahala separuh orang yang berjuang di jalan Allah. Dialah pekerja di bawah pimpinan Allah."
Putri Sa'id bin Musayyab rah.a. yang terkenal dengan keshalihannya telah memberikan pelajaran kepada para istri bagaimana seharusnya berlaku di hadapan suami, ia berkata, Tidaklah kami berbicara kepada suami kami, kecuali seperti kalian berbicara kepada raja-raja kalian." (Ahkamun Nisa).

Syaikh Zakariyya rah.a. mengulas hal ini, dan berkata, "Dengan riwayat-riwayat ini, dapat dipahami penyebab mengapa kebanyakan wanita masuk neraka. Dalam hadits mengenai Hari Raya, diceritakan bahwa setelah mendengar nasehat Rasulullah saw., semua kaum wanita telah membuka perhiasan emas dan perak dari telinga dan leher mereka, lalu diletakkan dalam kain Bilal ra. yang bertugas mengumpulkan sedekah pada masa itu."

Dikutip oleh Syaikh Ahmad Husin dalam buku 'Az-Mar'atuz Muszimat amamat Tahdiyaat', bahwa suatu ketika Asy-Sya'bi bertanya kepada Syuraih Al Qadhi tentang rumah tangga. Syuraih berkata, "Selama dua puluh tahun, aku belum pernah melihat sesuatu dari istriku yang membuatku kesal. Sejak malam pertama aku bertemu dengan istriku, ternyata ia demikian cantik, tiada bandingnya. Ketika aku melaksanakan dua rakaat shalat syukur, kulihat istriku juga melakukan hal yang sama. la mengatakan, "Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah, aku memohon pertolongan kepada Allah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang tidak tahu sedikit pun tentang kebaikanmu, maka jelaskan kepadaku apa yang engkau sukai, sehingga aku bisa menunaikannya dan apa yang tidak engkau sukai sehingga aku dapat meninggalkannya. Dalam kaummu banyak wanita yang layak kamu nikahi, dan di dalam kaumku banyak lelaki yang layak menjadi suamiku, tetapi jika Allah sudah menentukan hal itu terjadi, sekarang engkau telah memilikiku. Kerjakanlah apa yang telah Allah perintahkan kepadamu, tetaplah memilikiku dengan baik atau menceraikanku dengan baik pula. Aku sampaikan hal ini dan aku memohon kepada Allah untukmu dan diriku." Syuraih melanjutkan, "Wahai Sya*bi, demi Allah, ia menjadikan aku berceramah mengenainya. Aku berkata, "Alhamdulillah, nahmaduhu wa nushalli ala Rasulihil Karim. Sungguh engkau telah mengatakan sesuatu yang jika engkau dapat membuktikan kebenarannya, maka itu akan menjadi nasibmu. Tetapi jika engkau hanya mengada-ada, maka hal itu akan menjadi bumerang bagimu. Aku suka ini dan itu. Aku tidak suka ini dan itu. Apa yang engkau lihat dari kebaikan, maka sebarkanlah. Dan apa yang engkau lihat dari keburukan, maka sembunyikanlah." Istriku berkata, "Siapakah di antara tetangga-tetanggamu yang kamu bolehkan ia untuk memasuki rumahmu, sehingga aku pun membolehkannya dan siapakah di antara mereka yang kamu tidak menyukai mereka untuk memasuki rumahmu, sehingga aku pun tidak membolehkannya?" Aku menjawab, "Bani fulan adalah orang-orang yang baik, sedangkan bani fulan adalah orang-orang yang tidak baik." "Wahai Sya’bi, aku hidup dengannya selama 20 tahun belum pernah aku mengomentarinya tentang sesuatu kecuali sekali itupun ketika aku berbuat zhalim kepadanya."

Oleh sebab itu, hendaknya diingat bahwa seorang istri hendaknya dapat menjadikan setiap ucapannya adalah penghibur bagi suaminya. Bila istri mempunyai keluhan hendaknya memperhatikan waktu dan situasi serta kondisi suami. Hendaknya ia mempedulikan, bahwa suami pun mempunyai pekerjaan yang juga menyita tenaga dan pikirannya. Untuk itu, walaupun bermacam-macam masalah yang dihadapi seorang istri, sebaiknya ia menyambut dan menghadapi suami dengan kata-kata yang menghibur hati dan menyenangkan. Jangan berbuat sebaliknya, yang seolah-olah ia tidak mempedulikan keadaan suami, sehingga mengeluarkan kata-kata yang tidak menyenangkan dan menyakitkan hati suami. Nabi saw. bersabda, "Shalat seorang wanita yang mengganggu suaminya dengan lidahnya, tidak diterima oleh Allah, walaupun ia berpuasa setiap hari, bangun dan shalat pada waktu malam, membebaskan beberapa budak dan membelanjakan uangnya di jalan Allah. Wanita dengan lidah busuk yang mengganggu suaminya dengan cara seperti ini adalah orang pertama yang akan memasuki neraka." (Bihar Anwar: 203).
Read More or Baca Lebih Detil..

Keridhaan Suami

Hendaknya dipahami oleh setiap wanita shalihah, bahwa keridhaan suami adalah kunci kebahagiaan hidupnya. Inilah yang seharusnya selalu diusahakan oleh setiap istri. Rasulullah saw. bersabda," Siapa saja wanita yang meninggal dunia dan suaminya ridha kepadanya, maka ia masuk surga." (Hadits Riwayat Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim).
Rasulullah saw. bersabda, "Tidak dihalalkan bagi seorang istri berpuasa sunah ketika ada suaminya kecuali dengan izinnya. Juga tidak boleh istri mengizinkan seseorang masuk ke rumahnya melainkan dengan izin suaminya." (Bukhari, Muslim).
Rasulullah saw. bersabda, "Tiga orang yang tidak akan naik (pahala) shalat mereka dari kepala mereka walaupun sejengkal, yaitu; seorang lelaki yang mengimami suatu kaum padahal mereka membencinya, dan seorang istri yang bermalam padahal suaminya marah kepadanya, dan dua orang bersaudara yang saling bermusuhan." (Ibnu Majah).
Rasulullah saw. bersabda, 'Tiga macam orang yang shalatnya tidak akan diterima dan tidak akan sampai kebaikan mereka ke langit (tidak mendapatkan pahalanya), yaitu: hamba sahaya/ pembantu yang kabur dari tuan/ majikannya, sehingga ia kembali kepada tuannya, seorang istri yang dimarahi oleh suaminya, sehingga ia meridhainya, dan orang yang mabuk, sehingga ia sadar." (Ibnu Hibban, Baihaqi).
Salman Al-Farisi ra. meriwayatkan, bahwa suatu ketika Fatimah ra. berkunjung kepada Rasulullah. Ketika Rasulullah saw. melihatnya, kedua mata Fatimah mencucurkan air mata, dan raut mukanya berubah. Nabi saw. bertanya, "Mengapa engkau wahai anakku?" Fatimah ra. menjawab, "Ya Rasulullah, tadi malam aku dan Ali bergurau, dan telah timbul percakapan yang menyebabkan dia marah kepadaku, karena kata-kata yang terlontar dari mulutku. Ketika aku melihat bahwa dia (Ali) marah, aku menyesal dan merasa susah. Aku berkata kepadanya, "Hai kekasihku, kesayanganku, relakanlah akan kesalahanku, seraya aku mengelilinginya dan merayunya sebanyak tujuh puluh dua kali, sehingga dia menjadi rela dan tertawa kepadaku dengan segala kerelaannya, sedang aku tetap merasa takut kepada Tuhanku." Rasulullah bersabda kepada Fatimah ra., "Wahai anakku, demi Dzat yang telah mengutusku sebagai Nabi dengan agama yang haq, sesungguhnya sekiranya engkau mati sebelum Ali merelakanmu, maka aku tidak akan menshalati mayatmu." Kemudian beliau bersabda lagi, "Wahai anakku, Tidakkah engkau mengetahui bahwa kerelaan seorang suami itu merupakan kerelaan Allah dan kemarahan seorang suami itu merupakan murka Allah. Hai anakku, seorang wanita yang beribadah betul-betul seperti ibadahnya Maryam putri Imran, lalu suaminya tidak rela kepadanya, maka Allah tidak akan menerima (ibadah)nya. Hai anakku, amal yang paling utama bagi para wanita ialah ketaatan mereka kepada suaminya, dan sesudah itu tidak ada lagi amal yang paling utama daripada bercumbu (dengan suami). Hai anakku, duduk satu jam dalam bercumbu dengan suami, lebih baik bagi mereka daripada ibadah satu tahun, dan dicatat tiap-tiap pakaian yang dikenakan pada waktu bercumbu, seperti pahala seorang yang mati syahid. Hai anakku, sesungguhnya seorang wanita jika bercumbu, sehingga memakaikan pakaian untuk suaminya dan anak-anaknya, maka pasti baginya surga, dan Allah memberikan kepadanya dari tiap-tiap yang dikenakan, beraneka pakaian dan sebuah kota di surga."
Syaikh Abdul Halim Hamid mengatakan bahwa muslimah yang bijak adalah yang merasakan bahwa suaminya adalah orang yang serasi dengan dirinya. Adapun ketidakpunyaannya akan materi, apalah artinya. Hal itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap rumah tangganya, ia merasa ridha dengan apa yang dimiliki oleh suaminya.
Suri teladan bagi wanita shalihah adalah para wanita shalihah terdahulu yaitu para sahabiyah rha.. Lihatlah bagaimana mereka telah mendapatkan kunci tersebut dalam kehidupan mereka. Suatu ketika, Abu Darda ra. berpesan kepada istrinya, "Jika engkau mendapati aku sedang marah, maka maafkanlah. Dan jika aku mendapatimu sedang marah, maka telah kumaafkan. Dan kalau tidak demikian, kita tidak akan pernah bersahabat."
Imran bin Hathan ra. pernah berkata kepada istrinya -seorang wanita yang sangat cantik dan muda, sementara ia sendiri adalah lelaki yang tidak tampan dan kurang menarik, "Sesungguhnya aku dan kamu akan masuk surga, insya Allah." Istrinya bertanya, "Bagaimana itu bisa terjadi?" Jawab Imran, "Aku telah diberi oleh Allah istri secantik kamu, lalu aku bersyukur, dan engkau telah diberi oleh Allah suami semacam aku lalu engkau bersabar." (Ibnu Abi Rabah).
Rasulullah saw. pernah bertanya kepada para sahabatnya, "Maukah kuberitahukan kepadamu, bekal istrimu di surga?" Para sahabat ra. menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Yaitu setiap istri yang penuh kasih sayang dan banyak anak (subur) dan bila ia marah atau diganggu atau dimarahi oleh suaminya, lalu ia menyerahkan dirinya dan berkata, "Inilah tanganku terserah padamu, aku tidak akan dapat tidur, sehingga engkau rela kepadaku." (Thabrani).
Jika melihat hadits di atas, terlihat mudah sekali bagi seorang wanita muslimah untuk memasuki surga. Seolah-olah surga bagi wanita itu hanya dua langkah: Ridha Allah dan ridha suami. Itu saja. Namun untuk mendapatkan ridha Allah dan ridha suami tentu memerlukan perjuangan atas keimanan dan amal shalih.



Read More or Baca Lebih Detil..

Khidmat/Melayani Suami

Rasulullah saw. sangat menekankan, agar setiap istri berkhidmat kepada suaminya, sebagaimana nasehat beliau kepada putrinya, Fatimah ra., "Wahai Fatimah, wanita yang menggiling tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti menetapkan pada setiap biji tepung itu kebaikan, menghapus kejelekannya dan meningkatkan derajatnya.
Wahai Fatimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan yang disebutkan di atas adalah keridhaan suami atas istrinya. Seandainya suamimu tidak meridhaimu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fatimah, bahwa murka suami adalah murka Allah. Wahai Fatimah, tidaklah seorang istri yang melayani suaminya sehari semalam dengan rasa suka dan penuh keikhlasan serta niat yang benar, melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya dan memakaikan kepadanya pada hari Kiamat dengan pakaian yang hijau gemerlap, dan menetapkan baginya setiap rambut di tubuhnya dengan seribu kebaikan, dan Allah memberinya pahala seratus ibadah haji dan umrah.
Wahai Fatimah, tidaklah wanita yang tersenyum kepada suaminya, melainkan Allah akan memandangnya dengan pandangan kasih sayang. Wahai Fatimah, tidaklah wanita yang membentangkan tempat tidur untuk suaminya dengan senang hati, melainkan malaikat pemanggil dari langit akan menyerunya untuk menghadapi amalnya dan Allah mengampuni dosanya yang lalu dan yang akan datang.
Wahai Fatimah, Tidaklah seorang wanita meminyaki rambut serta janggut suaminya, dan mencukurkan kumisnya, dan memotongkan kukunya, melainkan Allah akan memberikan kepadanya arak yang masih tertutup, murni dan belum terbuka dari sungai-sungai dalam surga Allah. Allah akan mempermudah sakaratul maut baginya, kuburnya akan ditemui sebagai taman-taman surga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari neraka dan dapat melewati shirat."
Dari Ibnu Mas'ud ra., Nabi saw. bersabda, "Apabila seorang istri mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatat baginya seribu kebaikan dan mengampuni kesalahannya bahkan segala sesuatu yang disinari oleh matahari memintakan ampunan baginya, serta Allah mengangkat baginya seribu derajat." Ali ra. berkata, "Jihad seorang wanita adalah mengurus suaminya dengan baik."
Dalam AL-Mustadrak dikutip, bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tugas 'seorang wanita adalah membukakan pintu dan menyambut suaminya." Sabda beliau, "Seorang istri bertugas menyediakan baskom dan handuk untuk membasuh tangan suaminya."



Read More or Baca Lebih Detil..

Taat Kepada Suami .

Rasulullah saw. bersabda,
"Seandainya aku diperbolehkan untuk memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, sungguh akan kuperintahkan wanita untuk bersujud kepada suaminya. Demi Dzat Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, tidaklah seorang wanita bisa menunaikan hak-hak Allah sebelum ia menunaikan hak-hak suaminya seluruhnya, sehingga seandainya suaminya meminta dirinya dan ia berada di atas pelana kendaraan, ia tidak boleh menolaknya." (Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).
Allah berfirman, "Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita." (An-Nisa: 34).
Wanita shalihah meyakini dan menerima dengan penuh kerelaan bahwa suaminya adalah pemimpin dalam rumah tangganya. Dan ia berkedudukan di bawah suaminya, sehingga ia mempunyai tanggung jawab untuk mentaatinya, karena keshalihan selalu berhubungan dengan ketaatan. Tidak bisa seseorang dikatakan shalih, jika ia tidak mempunyai ketaatan. Orang yang tidak taat adalah orang yang bermaksiat. Dan orang yang taat adalah orang yang shalih, sebagaimana firman Allah,
"Adapun orang-orang shalihah, adalah qanitat (orangyang taat), dan hafizhat (orang yang menjaga diri) saat suami tiada dengan sebab penjagaan Allah atasnya." (An-Nisa: 34).
Dalam Huququl Mar'ah dikatakan, bahwa istri yang tidak mentaati suami berarti telah bermaksiat kepada suaminya. Dan istri yang bermaksiat kepada suami berarti telah bermaksiat kepada Rasul-Nya. Dan siapa yang bermaksiat kepada Rasul-Nya, berarti telah bermaksiat kepada Allah. Dengan demikian, wajar jika malaikat mendo'akan laknat kepada wanita yang tidak mentaati suaminya.
Imam Nawawi rah. a. menulis, bahwa sebaiknya para istri mengetahui bahwa dirinya adalah milik suami, sebagaimana tawanan lemah yang tidak berdaya di hadapan suami. Selalu tunduk dan taat kepada suami, sehingga alim ulama berpendapat bahwa dalam segala perbuatan, istri hendaknya senantiasa dengan izin suami. Dan istri hendakriya merasa malu terhadap suami, tidak menentangnya, menundukkan pandangannya di hadapan suami, merendahkan suaranya, taat kepadanya dalam setiap perintah yang diberikan olehnya kecuali untuk kemaksiatan, diam ketika suami berbicara, mengantarkannya ketika keluar rumah, menjemputnya dengan bermuka manis ketika datang, menunjukkan cinta kasih kepadanya, mencumbunya ketika tidur, memakai harum-haruman ketika menemaninya, membiasakan berhias di hadapannya dan tidak berhias ketika ditinggal suami.
Ketaatan kepada suami adalah mutlak, sebagaimana nasehat Ibnul Jauzi rah.a., bahwa ketaatan seorang wanita kepada suami adalah wajib. Namun ketaatan wajib ini terbatas hal-hal yang dihalalkan bukan yang diharamkan, misalnya, mengajak bersetubuh pada waktu haidh, pada siang bulan Ramadhan, mengajak tidak shalat dan lain sebagainya. Allah tidak memperkenankan seseorang mentaati makhluk dalam hal-hal yang jelas bertentangan dengan perintah-Nya. Syaikh Abdul Halim Hamid menambahkan, seperti berdandan dengan dandanan Jahiliyah, serta ikut berkumpul dalam majelis yang bercampur antara pria dan wanita, maka seorang istri tidak wajib untuk mentaati suaminya dalam hal-hal tersebut di atas. Selanjutnya beliau menulis, bahwa seorang wanita shalihah hendaknya berhati-hati agar kekurangan yang ada pada diri suaminya tidak menyebabkan dirinya suka membantah perintah suaminya, baik kekurangan dalam segi harta, ilmu, kedudukan, maupun keturunannya. Terutama apabila sang istri memiliki kelebihan-kelebihan tersebut daripada suaminya, seyogyanya seorang istri bertaqwa kepada Rabbnya untuk tetap beristiqamah dalam batasan-batasan syariat-Nya semata mencari ridha Allah dan bukan ridha yang lainnya.
Ada sebuah hikayat, bahwa pada masa Nabi saw., ada seorang lelaki berangkat untuk berperang, ia berpesan kepada istrinya, "Istriku, jangan sekali-kali engkau keluar dari rumah ini hingga aku datang." Kebetulan ayahnya menderita sakit, maka perempuan itu mengutus seorang lelaki kepada Nabi saw. untuk bertanya apa yang seharusnya ia lakukan. Nabi saw. bersabda kepada utusan tersebut agar ia mentaati suaminya. Demikian perempuan itu menyuruh utusannya tidak hanya sekali. Dan dia pun tetap mentaati suaminya dan tidak berani keluar dari rumahnya. Hingga ayahnya meninggal dunia, sedang dia tetap tidak mengetahui mayat ayahnya. Dia tetap sabar, hingga suaminya kembali. Allah memberi wahyu kepada Nabi saw,, "Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa orangtua perempuan itu karena ketaatannya (istri) kepada suaminya."
Oleh sebab itu, jangan sekali-kali istri mencari-cari kelemahan suami yang akan mempengaruhi ketaatannya kepada suami. Jika dicari kelemahan itu, pasti akan mendapatkannya. Namun hal itu akan mempercepat kehancuran rumah tangganya sendiri. Jika kelemahan itu akhimya terlihat juga oleh mata kita, maka tugas seorang wanita shalihah adalah memperbaikinya dengan cara yang bijaksana tanpa mengurangi rasa hormat dan ketaatannya kepada suami.


Read More or Baca Lebih Detil..

Hak Suami Terhadap Istri

Rasulullah saw. bersabda,
"Wanita tidak dapat menunaikan hak Allah, sehingga ia menunaikan sesuai hak-hak suaminya, walaupun suaminya memintanya (untuk menggaulinya) di atas pelana kendaraan tetap belum terrunaikan haknya." (Thabrani).
Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian wanita, bertaqwalah kepada Allah, dan peganglah ridha suamimu. Sesungguhnya wanita jika mengetahui hak-hak suaminya, ia akan tetap berdiri selama makan siang dan makan malamnya." (Abu Nu'aim).
Aisyah r.ha. pun berkata, "Wahai kaum wanita, seandainya kalian mengetahui hak-hak suamimu yang harus kalian penuhi, pastilah kalian menyapu debu-debu dari kedua telapak kaki suamimu dengan sebagian mukamu."
Hadits-hadits di atas secara jelas telah menyatakan betapa tinggi hak seorang suami yang harus ditunaikan oleh istri. Namun pada zaman yang modern seperti ini, berapa banyakkah wanita yang demikian peduli dalam menunaikan hak-hak suaminya? Jangankan untuk menunaikan hak-hak suaminya, bahkan keinginan untuk mengetahui apa-apa yang menjadi hak-hak suaminya pun, masih banyak kaum wanita yang tidak mau berusaha.
Hak manusia yang paling penting ditunaikan oleh seorang istri adalah hak-hak suaminya. Selama hak-hak suami belum terpenuhi, maka hak Allah belum sempurna ditunaikan. Allah tetap akan menanyakan kembali di akhirat akan hak-hak sesama manusia yang harus ditunaikan. Walau bagaimanapun hebatnya seorang istri dalam beribadah kepada Allah swt., tetapi Allah menganggap belum ter-tunaikan hak-Nya jika sang istri belum menunaikan hak-hak suaminya.
Ada beberapa hak utama yang menjadi kewajiban istri untuk menunaikannya: Sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Hak suami atas istri adalah bermalam di kasurnya, menyenangkan janjinya, mentaati perintahnya, tidak keluar kecuali dengan izinnya, tidak memasukkan ke dalam rumahnya siapa saja yang dibenci suaminya." (Thabrani) .
Alim ulama menyimpulkan beberapa hak-hak suami yang harus dipenuhi oleh istri, diantaranya adalah:

a. Mentaati suami.
b. Menjaga kehormatan suami.
c. Bersikap menyenangkan di hadapan suami.
d. Berhemat dalam pengeluaran hartanya.
e. Tidak memasukkan lelaki lain tanpa seizin suami.
f. Tidak menolakajakan suami untuk berjima'.
g. Menjaga rahasia suami.
h. Tidak keluar dari rumah tanpa seizin suaminya.
i. Menjaga harta suaminya.
j. Menerima gilirnya jika ia mempunyai saudara madu.

Dan masih banyak lagi yang menjadi hak suami atas istrinya. Sedangkan banyak wanita yang memahami hak-hak dirinya hanya berkisar dalam masalah nafkah materi. Sangat sedikit seorang istri yang mempedulikan tentang nafkah agama, sehingga mereka jarang menuntut sang suami untuk menunaikannya. Hal itu menyebabkan fitnah demi fitnah pun bermunculan di dunia rumah tangga.
Read More or Baca Lebih Detil..

Wanita Shalihah dan Suami

Rasulullah saw. bersabda,
"Lihatlah, di manakah dirimu dari suamimu. Sesungguhnya ia (suamimu) adalah surgamu atau nerakamu." (Thabrani).
Allah berfirman, "Mereka (para istri) adalah pakaian bagimu, dan kamu (para suami) adalah pakaian bagi mereka." (Al-Baqarah : 187).
Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Ibrahim Ali, bahwa tempat ketenangan bagi seorang suami adalah istrinya. Demikian juga sebaliknya. Ketenangan istri berada pada suaminya. Di antara keduanya akan terbentuk rasa kasih sayang dan rahmat. Ini merupakan nikmat Allah bagi manusia. Dan melalui pernikahan, Islam menghendaki agar hubungan antara lelaki dan wanita menjadi kuat, mantap dan kekal. Serta dapat menjadi pasangan yang bersatu dalam kerja, maksud, tujuan, serta tita-cita.

Sedangkan Syaikh Abdul Halim Hamid mengatakan bahwa Allah menghendaki dari seorang wanita shalihah agar menjadi penentram bagi suami dengan segala makna yang terkandung dalam lafazh 'tentram', yang meliputi: kepuasan, ketenangan, kebahagiaan, kedamaian dan seterusnya. Asma binti Khadijah ra. menasehati putrinya, ketika dilangsungkan pernikahannya, "Wahai anakku, kini engkau telah keluar dari sarang yang di situ engkau dahulu dilahirkan hingga menjadi besar. Kini engkau akan beralih ke suatu hamparan dan perumahan yang engkau belum mengenalnya. Dan engkau pun harus berkawan dengan seseorang yang belum tentu cocok denganmu. Itulah suamimu. Jadilah engkau sebagai tanah untuknya dan ia akan menjadi langit bagimu. Jadilah engkau sebagai lantai untuknya dan ia akan menjadi tiang bagimu. Janganlah engkau menyibukkannya dengan berbagai kesukaran, sebab itu akan menjadikan ia meninggalkanmu. Janganlah engkau terlampau menjauh darinya, agar ia tidak melupakan dirimu, tetapi kalau ia mendekatimu, maka dekatilah ia. Peliharalah suamimu itu dengan benar, baik hidungnya, pendengarannya, matanya dan lain-lainnya. Janganlah kiranya suamimu itu mencium sesuatu dari dirimu melainkan yang harum, Janganlah pula ia mendengar melainkan yang enak, dan jangan pula ia melihat melainkan yang indah dari dirimu.

Pada intinya, seorang istri hendaklah menjadi sendi utama di tengah rumah-tangganya. Seorang istri hendaknya banyak duduk di dalam rumahnya. Sedikit berbicara dengan tetangganya, dan jangan memasuki rumah tetangganya kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Seorang istri hendaknya menjaga suaminya, baik ketika ia bepergian ataupun ketika berada di rumah. Usahakanlah agar, suami selalu dalam keadaan senang dan ridha. Jangan sekali-kali istri mengkhianati suami dan hartanya. Jangan pula istri keluar dari rumahnya, kecuali dengan izinnya.
Jika ada seorang kawan suamimu datang ke rumahmu, dan ia berada di muka pintu, tetapi pada saat itu suamimu tidak ada, maka engkau tidak perlu mencoba bercakap-cakap dengannya. Hendaklah engkau selalu menjaga perasaan cemburu dirimu dan suamimu.
Seorang istri hendaknya merasa puas dengan apa yang ada pada suaminya mengenai apa yang direzeqikan Allah kepadanya. la harus mendahulukan hak suaminya di atas haknya sendiri serta hak keluarga lainnya."
Demikianlah nasehat seorang ibu yang budiman kepada putrinya, dalam kewajiban beliau untuk menjadikan putrinya sebagai istri yang shalihah dan taat kepada suaminya.

Di sini, ada beberapa hal yang selayaknya ditunaikan oleh setiap wanita shalihah terhadap suaminya dalam rangka meraih ridha Allah dan suami, sehingga menjadi bekal menuju surga baginya.
Read More or Baca Lebih Detil..

Tuntunan Memakai Perhiasan dan Parfum bagi Kaum Wanita

Perhiasan

Rasulullah saw bersabda,
"Siapapun wanita yang memakai kalung untuk dipamerkan kepada orang lain, maka pada hari Kiamat, ia akan dikalungi api neraka sebesar kalung itu. Dan siapapun wanita yang memakai anting-anting untuk dipamerkan kepada orang lain, maka pada hari Kiamat telinganya akan digantungi anting-anting dari neraka sebesar anting-anting itu." (Nasa’i).
Perhiasan adalah benda-benda yang membuat pemakainya menjadi bertambah indah dan cantik. Ada tiga macam yang disebut dengan perhiasan bagi wanita; Pakaian, Perhiasan, Riasan.
Ibnul Jauzi rah.a. mengutip sebuah riwayat, bahwa Umarah bin Khuzaimah berkata, "Kami berumroh bersama Amir bin Al-Ash. Tiba-tiba ada seorang wanita yang menjulurkan tangannya yang penuh cincin emas di jari-jarinya di salah satu sudut kendaraannya. Melihat demikian Amir berkata, "Ketika kami bersama Rasulullah sampai di sini, tiba-tiba datang banyak burung gagak. Sebagian berwarna biru pada paruh dan kakinya. Rasulullah bersabda, "Jumlah wanita yang masuk surga sebanyak dari jumlah burung gagak ini." Dan Rasulullah saw. juga bersabda, "Diharamkan dua benda bagi kaum lelaki di dunia, yaitu emas dan sutra." Kaum lelaki yang tidak mengenakannya di dunia akan mengenakannya nanti di akhirat.
Pada asalnya larangan emas tersebut hanya untuk kaum lelaki saja. Kaum wanita dibolehkan memakainya, tetapi dengan syarat; tidak diperlihatkan kepada orang lain yang bukan mahramnya. Memang tampaknya tidak masuk akal, karena tujuan memakai perhiasan adalah agar terlihat cantik dan indah baik di mata pemakainya atau di mata orang yang melihatnya. Justru di sinilah inti larangan Rasulullah saw.. Walaupun perhiasan itu dibolehkan untuk kaum wanita, tetapi sangat dianjurkan agar tidak memperlihatkan perhiasan emas tersebut kepada orang lain selain mahramnya, karena dapat menimbulkan fitnah bagi dirinya sendiri dan orang lain.
Dalam hukum Allah dan Rasul-Nya, pasti terkandung hikmah dan manfaat. Hal itu harus diyakini kebenarannya oleh wanita shalihah, dan meyakini juga akan manfaat jika menurutinya, serta bahaya jika melanggarnya. Memang kadang-kadang aturan agama ini tidak sesuai dengan akal dan pikiran manusia.

Parfum


Rasulullah saw. bersabda,
"Jika seorang wanita memakai minyak wangi untuk selain suaminya, maka sesungguhnya itu adalah api neraka dan aib yang buruk."(Thabrani).
Beliau bersabda, "Siapa saja wanita yang memakai wangi-wangian dan melewati sekumpulan orang sehingga mereka mencium bau harumnya, maka ia adalah pezina." (Nasa’i, Ahmad, Hakim).
Dalam 'Ahkamun Nisa', Ibnul Jauzi rah.a. mengutip suatu riwayat dari Maula bin Abu Rahmin, ia bertanya kepada Abu Hurairah ra. tentang seorang wanita yang dijumpai mengenakan wangi-wangian. Wanita itu mengatakan ia akan ke masjid. Abu Hurairah ra. kemudian menyebutkan hadits Rasulullah saw., bahwa siapa pun wanita yang keluar rumah menuju masjid memakai wangi-wangian, maka Allah tidak akan menerimanya. Dia harus kembali dan mandi seperti mandi janabat.
Beliau pun mengutip sabda Rasulullah saw. bahwa wangi-wangian lelaki itu tidak berwarna tetapi berbau dan wangi-wangian wanita itu berwarna tetapi tidak berbau. Ini agar wanita tidak menggoda laki-laki dengan harumnya. Wanita telah dilarang keluar rumah memakai barang-barang yang berbunyi, seperti gelang kaki dan sebagainya.
Syaikh Abdul Halim Hamid menerangkan, demikianlah Islam mengharamkan bagi wanita mendatangi majelis serta lewat di jalanan dengan aroma parfum, karena hal itu akan membuka pintu-pintu kerusakan dan fitnah.
Kembali diingatkan, bahwa kecantikan, keindahan, keharuman tubuh wanita shalihah hanya dipersembahkan untuk suaminya.

Read More or Baca Lebih Detil..

Panduan Menata Rambut Bagi Wanita

Rasulullah saw. bersabda,
"Akan tiba pada akhir zaman nanti, suatu kaum yang menyemir rambutnya dengan semir hitam bagaikan dada burung merpati, mereka itu tidak akan mendapatkan bau harumnya surga. "(Nasa ' i).
Mu'awiyah ra. berkata, "Rasulullah saw. melarang menambah rambut (extension hair/ sanggul/wig)." (Nasa’i). Rasulullah saw. melarang wanita mencukur rambutnya. (Nasa’i). Ibnu Umar ra. meriwayatkan, "Rasulullah saw. melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan meminta disambung rambutnya; dan yang membuat tatto dan yang minta dibuatkan tatto. (Nasa' i).
Imam Nawawy rah.a. mengomentari hadits di atas dengan mengatakan bahwa menyambung rambut adalah suatu kemaksiatan yang besar, karena adanya laknat bagi yang melakukannya. Bahkan barangsiapa membantunya dalam hal haram, maka akan mendapatkan dosa yang sama dengan yang melakukannya.
Dengan dalil-dalil di atas, maka dalam hal rambut ini, ada beberapa pengharaman bagi wairita, antara lain:
Al-Wasilah: Orang yang menyambungkan rambut seorang wanita dengan rambut lain.
Al-Mustausilah: Orang yang meminta rambutnya disambung.
An-Namishah: Orang yang memotong rambut alis seseorang.
Al-Mutanamishah: Orang yang meminta rambut alisnya dicukur. Selain yang empat di atas, juga diharamkan bagi wanita memotong rambutnya hingga habis (gundul) dan memakai rambut palsu. Keharaman ini termasuk sedikit ataupun banyak.
Pernah ada wanita dari golongan Anshar datang hendak menikah. Sedangkan ia dalam keadaan sakit, sehingga rambutnya rontok. Lalu mereka bermaksud menyambungkan rambutnya, dan mereka bertanya kepada Nabi saw.. Maka beliau menjawab, "Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta agar rambutnya disambung." Dalam suatu riwayat disebutkan, bahwa ada seorang lelaki pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra. rambutnya sudah beruban banyak, tetapi rambut-rambut itu disemir dengan warna hitam, kemudian disambung dengan rambut lain, sehingga tidak nampak lagi ubannya dan ia terlihat lebih muda. Setelah menikah, keluarga istrinya mengadukan halnya kepada Umar ra., dan mereka berkata, "Kita semua mengira bahwa ia masih rriuda." Orang lelaki itu dipanggil dan dihukum pukulan yang menyakitkan sekali. Kemudian Umar ra. berkata, "Engkau telah menipu orang banyak." Penipuan semacam ini dapat terjadi di mana saja dan kepada siapa saja. Dan perbuatan itu adalah suatu tipuan (zuur) yang termasuk dalam perbuatan dosa besar.
Sebenarnya dari rambut seseorang dapat menghasilkan pahala, jika dalam mengurusnya sejalan dengan aturan agama. Atau sebaliknya, rambut pun dapat mengakibatkan murka Allah, jika dalam mengurusnya hertentangan dengan aturan agama.


Read More or Baca Lebih Detil..

Tuntunan Berdandan Bagi Wanita

Nabi saw. berkata kepada Umar ra., "Maukah kuberitahukan sebaik-baik simpanan seseorang? Ia adalah wanita shalihah, yaitu jika suami memandangnya, ia menyenangkan.

Syaikh Abdul Halim Hamid menyatakan, bahwa Islam mengangkat tinggi-tinggi derajat berhias seorang wanita. Wanita yang memperhatikan dandanannya dan mempercantik diri di hadapan suaminya untuk menciptakan rasa suka cita, dinilai oleh Islam sebagai wanita shalihah, yaitu sebagai sebaik-baik perhiasan dunia.

Sedangkan Syaikh Ahmad Alqet mengatakan, bahwa sudah menjadi fitrah wanita untuk merawat tubuh, kecantikan dan keserasian busananya, sehingga masa-masa remaja wanita relatif digunakan untuk menarik perhatian lelaki guna mempertautkan hatinya dengan lelaki idaman yang dirasa sanggup menitipkan dirinya melalui jalan syari'ah. Bila hal ini belum tercapai, maka biasanya mereka mengerahkan segala kemampuan dan kepandaiannya untuk menjaga kecantikan yang menjadi jaminan masa depan.

Dalam kitab 'Kaifa Tus'idu Zaujatak', dikatakan bahwa Islam juga menghimbau wanita agar berdandan dengan sopan dan tidak menimbulkan murka Allah serta fitnah sesama manusia. Syaikh Abdul Halim Hamid menasehatkan agar wanita hendaknya menjadi ratu kecantikan dan keindahan di rumahnya, membuat ridha Rabbnya dan menciptakan kebahagiaan bagi suaminya.

Fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat dan melindungi tubuh dari hal-hal yang bisa merusak. Berhias tidaklah dilarang jika maksudnya untuk menyatakan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita, namun yang menjadi terlarang jika dimaksudkan untuk menyombongkan kekayaan, membangkitkan kegemaran bersolek, atau sekadar pamer kekayaan. Oleh sebab itu, Islam membolehkan kaum wanita memakai emas dan pakaian dari sutra, sedangkan bagi kaum laki-laki adalah dilarang. (AL-Muntaqal Akhbar).
Atas maksud tersebut, terdapat beberapa panduan/ tips bagi wanita shalihah dalam berhias ini, yaitu:

1. Jangan Bertabarruj

Firman Allah,
"... dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah dahulu... . " (Al-Ahzab : 33) .
Qatadah ra. menyatakan bahwa mereka adalah wanita yang berjalan dengan lenggak- lenggok. Abu Najib rah.a. mengatakan, mereka adalah wanita yang berjalan dengan kebanggaan. Al-Farabi rah.a. berpendapat, mereka adalah wanita yang berpakaian tipis sehingga tampak kulit badannya. Dan yang pasti, alim ulama berpendapat, "Mereka adalah wanita yang keluar rumah dan berjalan untuk menarik perhatian orang lain selain suaminya. "

Imam Mujahid rah.a. berkata, bahwa 'tabarruf yaitu wanita yang bersolek, berhias diri, memperlihatkan perhiasan dan kecantikan-nya kepada para lelaki. Mereka tidak memiliki rasa malu kecuali sedikit, mereka berjalan di antara lelaki, berlenggak-lenggok, berdesak- desakan dengan para lelaki di pasar-pasar, berjalan di depan para lelaki di jalan-jalan, dan di masjid-masjid. Pada malam hari berjalan di tempat yang terang untuk memperlihatkan perhiasan dan kecantikannya kepada orang-orang. Inilah yang dilakukan oleh wanita-
wanita Jahiliyah. Dan Al Qur’an telah melarang wanita muslimah berbuat demikian.

Timbul pertanyaan; Apakah manfaat dan untungnya kecantikan, keindahan, serta dandanan jika ternyata tidak disukai oleh Allah, bahkan harus menerima murka-Nya? Di sinilah banyak kaum wanita tertipu, mereka ingin dipuji dan disenangi oleh makhluk, tetapi lupa bagaimana agar Khaliq pun menyenangi dan memujinya.
Terdapat berbagai akibat dari perbuatan 'tabarruj' kaum wanita, diantaranya, ialah; Akan merebak dan terbukanya pintu perzinaan. Inilah akibat utama dari tabarruj, yang dewasa ini semakin merebak. Timbul hawa nafsu yang tidak terkendali. Merendahkan derajat wanita itu sendiri. Meruntuhkan akhlak dan moral manusia. Menimbulkan kebiasaan buruk, seperti onani, liwath, dan sebagainya. Bahaya dari orang-orang jahat akan lebih mengancam ketenangan dan keamanan kaum wanita. Meruntuhkan kekuatan rohani. Dan tentu, di akhirat nanti ia pun pasti akan mendapatkan balasan atas segala perbuatannya tersebut. Al-Ghazali rah.a. mengingatkan, bahwa banyak wanita yang menyibukkan diri mereka dengan merias dan mempercantik diri untuk membahagiakan suami, tetapi mereka lupa untuk merubah sifat dan akhlak mereka.

Wanita-wanita tersebut berani mengorbankan ratusan ribu bahkan jutaan rupiah hanya untuk menjaga keindahan dan kecantikan tubuh mereka, tetapi mereka melupakan keindahan dan kecantikan rohani mereka. Rohani mereka dibiarkan sengsara, sehingga akhlak dan keimanan pun tidak terbina. Padahal lemahnya iman serta rusaknya akhlak adalah malapetaka yang besar bagi dunia ini.

2. Jangan Menyerupai Lelaki
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda, "Allah melaknat wanita yang menyerupai laki- laki." (Muslim, Abu Dawud). Nabi saw. bersabda, "Allah melaknat wanita yang menyerupai lelaki dan lelaki menyerupai wanita." (Abu Dawud, Tirmidzi).

Seorang lelaki berkata, "Ketika aku sedang bersama Abdullah bin Amr bin Ash ra., ia melihat Ummu Said binti Abu Jahal yang di lehernya tergantung busur dan ia berjalan dengan gaya laki-laki. Lalu Abdullah berkata, "Siapakah perempuan itu?" Dijawab, "Itu adalah Ummu Said binti Abu Jahal." Maka Abdullah berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah saw, bersabda, "Bukan dari umatku wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita."

Pada zaman ini, karena lemahnya dakwah dan amar ma'ruf nahi mungkar dalam diri umat Islam, sehingga Islam telah jauh dari kehidupan manusia, sehingga apa-apa yang menjadi batasan-batasan antara laki-laki dan wanita pun sudah sulit untuk dibedakan. Padahal dalam shalat saja, Rasulullah saw. sudah membedakan aturan shalat bagi wanita dari lelaki. Begitu juga dalam cara, duduk, berjalan, berpakaian, rambut, dan amalan-amalan lainnya.

3. Jangan Merubah Ciptaan Allah
Dari Abdullah ra., Rasulullah saw. bersabda, 'Terlaknat wanita yang kelihatan cantik dengan merubah ciptaan Allah." (Nasa'i).

Abdullah bin Mas'ud ra. berkata, "Allah melaknat orang-orang yang membuat hiasan tatto dan yang minta dibuatkan, orang-orang yang merubah bentuk alis dan yang minta diubahnya, dan orang-orang yang mengubah bentuk gigi untuk tampil tampak lebih baik dengan mengubah ciptaan Allah." Kemudian ia berkata, "Sampailah hal ini kepada seorang wanita dari Bani As'ad, dia ahli Alquran. la pun datang kepada Abdullah ra. seraya berkata, "Ada cerita sampai kepadaku darimu, bahwa kamu melaknat orang-orang yang membuat tatto dan orang-orang yang minta dibuatkan, dan orang-orang yang merubah bentuk gigi untuk tampak lebih baik dengan mengubah ciptaan Allah?" Abdullah ra. berkata, "Bagaimana aku tidak melaknat orang yang dilaknat oleh Rasulullah saw., sedangkan hal itu terdapat dalam Kitabullah?" Wanita itu berkata, "Aku sudah membaca seluruh kitab yang diwahyukan, tetapi hal itu tidak kudapati?" Abdullah ra. Berkata, "Kalau engkau benar-benar membaca pasti engkau mendapatkannya, bukankah Allah berfirman, "Dan perintah yang datang kepadamu dari Rasul, maka ambillah. Dan larangan yang sampai kepadamu darinya, maka jauhilah." (Al-Hasyr : 7). Berkatalah wanita itu kepadanya, 'Tetapi aku masih melihat hal ini pada istrimu." Abdullah ra. berkata, "Pergilah kamu dan lihatlah!" Alqamah ra. berkata, maka masuklah wanita itu menemui istri Abdullah, tetapi ia tidak mendapatkan sesuatu, sehingga kembalilah ia kepada Abdullah seraya berkata, "Aku tidak melihatnya." Abdullah ra. berkata, "Andaikan masih ada hal itu, sekali-kali aku tidak akan menggaulinya lagi."
(Mutafaqun 'alaih).

Selain model-model berhias seperti di atas, terdapat banyak lagi model-model berhias yang diharamkan, misalnya: Al-Wasym = Menusukkan jarum atau belati di punggung telapak tangan dekat pergelangan, atau di bibir, juga di tempat anggota tubuh yang lain hingga mengeluarkan darah. Kemudian tempat luka itu diolesi dengan celak atau sejenis kapur untuk menghasilkan warna hijau. Allah melaknat orang mengerjakan perbuatan di atas, dan yang minta dibuatkan.
At-Tafalluj Lil husni = Merapikan gigi dengan alat kikir atau sejenisnya. Hal itu biasanya khusus untuk gigi depan dan gigi taring. Allah melaknat orang-orang yang minta dirapikan atau yang mengerjakannya. Syaikh Abdul Halim Hamid menerangkan, demikianlah Islam melarang dengan tegas berdandannya seorang wanita dengan merubah ciptaan Allah.

4. Jangan Mubadzir
Allah mencela pelaku boros dan sia-sia ini dengan firman-Nya, "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) dengan boros (dan sia-sia), sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara syetan." (Al-Isra: 26-27).

Syaikh Abdul Halim Hamid mengatakan, "Setelah kita mengetahui jenis dandanan yang dibolehkan dan yang diharamkan, kami ingatkan kepada ukhti muslimah tentang larangan yang lain, yaitu berlebih-lebihan dalam berdandan. Seorang istri muslimah hendaklah menjauhi sifat berlebih-lebihan, baik dalam membelanjakan harta untuk membeli perangkat kosmetik atau dalam menghabiskan waktu berjam-jam di depan cermin. Karena hal tersebut adalah sebuah pemborosan dan kesia-siaan, selain itu berakibat mengesampingkan kepentingan-kepentingan lain yang lebih utama. Hendaklah ia berlaku ekonomis, tidak kikir, dan tidak boros, karena sebaik-baik perkara adalah tengah- tengahnya."
Read More or Baca Lebih Detil..

Aurat Wanita

Dari Ibnu Mas'ud ra., Rasulullah saw bersabda, "Wanita itu seluruhnya aurat." (Thabrani).
Aurat menurut bahasa adalah sesuatu perkara yang malu jika diperlihatkan. Atau bisa juga disebut, sesuatu yang menjadi aib atau cela jika diperlihatkan. Oleh sebab itu, seseorang yang menampakkan auratnya di depan yang lainnya, adalah mereka yang tidak memiliki rasa malu, atau mereka yang memiliki aib.
Allah swt. berfirman, "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu, dan istri-istri kaum mukminin, hendaknya mereka memanjangkan jilbab mereka ke seluruh tubuh. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, dan karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Ahzab: 59).
Syaikh Rasyid Ridha, dalam kitabnya 'Nida Lil Jinsil Lathif menerangkan latar belakang turunnya ayat ini, bahwa sebelum ayat ini diturunkan, kaum wanita mukminat biasa rnengenakan pakaian seperti lazimnya wanita-wanita non-muslimah pada masa jahiliyah, yaitu terbuka leher dan sebagian dada-dada mereka. Hanya sesekali mereka rnengenakan jilbab, itu pun tidak merata. Jilbab adalah sejenis pakaian luar yang menutupi seluruh anggota tubuh. Jika mereka merasa perlu mereka memakainya, tetapi jika tidak, mereka tidak akan memakainya. Orang-orang yang usil, lantas mengganggu mereka lantaran wanita-wanita itu disangka amat (hamba sahaya wanita). Sebab memang 'amatlah yang sering kali sengaja mempertontonkan sebagian dari anggota tubuh mereka. Kebiasaan itulah yang kemudian dijadikan sarana oleh kaum munafik untuk mengganggu kaum wanita mukminah, termasuk istri-istri Nabi. Dan mereka beralasan bahwa mereka menyangka wanita-wanita itu adalah amat. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan kepada seluruh wanita mukminah agar memanjangkan jilbab-jilbab mereka dengan menutup kepala, leher sampai dada mereka. Dengan demikian mereka dapat mengenali bahwa wanita-wanita yang memakai jilbab adalah wanita-wanita mukminah.
Menutup aurat bagi wanita adalah hikmah dari Allah Ta'ala untuk menyelamatkan kaum wanita dari bahaya fitnah. Sebagaimana ditegaskan oleh Umar bin Khattab ra., beliau berkata, "Bertaqwalah kepada Allah Tuhan kalian. Dan jangan biarkan istri dan anak perempuan kalian mengenakan pakaian Qibthi, karena sekalipun tidak tipis namun ia dapat menimbulkan rangsangan dan mengundang fitnah." (Tarikh At Thabari: IV/215).
Dr. Anwar Jundi menulis, bahwa Islam menekankan agar wanita melindungi diri dengan cara memakai pakaian yang menutup seluruh auratnya, mengharamkan berduaan dengan pria yang bukan mahramnya, dan seluruh aktifitas yang akan mendatangkan maksiat. Usaha-usaha ini adalah untuk menyelamatkan wanita dari fitnah, dan menyelamatkan masyarakat dari fitnah wanita.
Beliau menambahkan bahwa dengan beragam cara pula musuh-musuh Islam mempropagandakan 'bugilisme'. Mereka mencanangkan falsafah buruk yang lepas dari norma-norma masyarakat. Mereka menciptakan rancangan pakaian dengan tidak membedakan mana pakaian untuk pria dan mana pakaian untuk wanita, sehingga tidak ada lagi garis pembeda yang memisahkan di antara keduanya. Akibatnya, perbuatan haram pun berkembang, yaitu wanita nampak seperti pria atau pria nampak seperti wanita. Hal ini karena dipengaruhi oleh mode pakaian.

Berjilbab

Allah berfirman, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya." (An-Nuur: 31).
Dengan beralasan demi kecantikan dan rasa malu jika menutup aurat, banyak kaum wanita yang mengatakan belum waktunya untuk menutup aurat-aurat mereka. Padahal waktu demi waktu, korban-korban akibat kelalaian menutup aurat sudah berserakan di mana-mana. Tidak peduli pemuda atau pemudi, orang dewasa atau orang tua, anak-anak pun telah menjadi korban panah-panah beracun iblis tersebut. Mengenai kepentingan menutup aurat ini, marilah kita menyimak beberapa hadits lagi yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. kepada para sahabatnya.
Nabi saw. ketika memerintahkan kaum wanita untuk keluar melakukan shalat Hari Raya, para wanita berkata, "Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak mempunyai hijab." Jawab Rasulullah saw., "Hendaklah saudara wanitanya meminjami jilbabnya." (Bukhari, Muslim).
Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa mengeluarkan kakinya ke bawah karena sombong, Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari Kiamat." Ummu Salamah ra. bertanya, "Apa yang harus diperbuat kaum wanita dengan baju panjangnya?" Nabi saw. menjawab, "Mereka hendaknya melebihkan barang sejengkal." Ummu Salamah ra. berkata lagi, "Kalau demikian, akan terbuka telapak kaki mereka." Sahut Nabi saw., "Mereka harus melebihkan satu hasta dan jangan ditambah lagi." '
Aisyah ra.h berkata, "Ada serombongan pengendara unta melewati kami ketika kami sedang berihram bersama Rasulullah saw., ketika rombongan itu datang kepada kami, maka kami menutup muka kami dengan mengulurkan jilbab kami dari kepala, dan bila rombongan itu telah lewat maka kami pun buka kembali wajah kami." (Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah).
Ibnu Hajar rah.a. berkata, "Bahwa Umar bin Khattab ra. pernah diperingatkan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya, "Berilah pakaian yang menutupi muka istri-istrimu."
Rasulullah saw. pernah menegur dua orang istrinya, Maimunah dan Ummu Salamah ketika Abdullah bin Ummi Maktum ra. memasuki rumah beliau, "Pakailah hijab!" Mereka berkata, "Abdullah bin Ummi Maktum itu buta." Rasululllah saw. pun bersabda, "Apakah kamu berdua juga buta, bukankah kamu berdua dapat melihatnya?"
Rasulullah saw. bersabda, "Ada dua golongan ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya, yaitu: Suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang dipukulkan ke manusia. Perempuan-perempuan yang berpakaian (tetapi hakekatnya) mereka itu telanjang, (jalannya) lenggak-lenggok, sanggul mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal sesunggahnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan (sejauh) sekian... sekian." Dalam riwayat lain disebutkan, "Dan sesungguhnya harumnya tercium dari jarak perjalanan lima ratus tahun." (Muslim).

Aturan Berbusana Muslimah
Dalam berbuasana ini, ada beberapa aturan bagi kaum wanita shalihah agar tidak termasuk dalam golongan "wanita yang berpakaian tetapi sesungguhnya mereka itu telanjang' yaitu busana hendaknya:
- Tidak terlalu tipis, sehingga terlihat bagian tubuh dari luar.
- Tidak terlalu ketat, sehingga membentuk lekukan tubuh.
- Tidak memakai harum-haruman.
- Tidak menyerupai busana pria.
- Tidak menyerupai model busana orang-orang kafir.
- Tidak untuk menyombongkan diri atau bermegah-megahan.
Fungsi pakaian itu sendiri adalah untuk menutupi aurat, maka apa artinya pakaian jika tidak menutupi aurat pemakainya? Untuk itulah ia dinamakan sebagai “wanita yang berpakaian, tetapi sesungguhnya ia telanjan”. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa memakai pakaian untuk menyombongkan diri, niscaya pada hari Kiamat Allah akan mengenakan pakaian kehinaan kepadanya." (Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i).
Seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar ra. tentang pakaian apa yang dikenakannya, maka Ibnu Umar ra. berkata, "Pakaian yang biasa kupakai adalah yang tidak dihinakan oleh orang-orang bodoh dan tidak dicela orang-orang cendekiawan (tidak telalu jelek dan tidak terlalu rnewah mencolok). Jadi pertengahan antara keduanya."

Menutup Wajah/Bercadar
Wanita shalihah selayaknya memiliki rasa malu yang tinggi dan memahami batasan-batasan aurat tubuhnya yang seharusnya tidak diperlihatkan kepada sembarang orang, dan wajah wanita sudah pasti adalah salah satu darinya, karena dari wajahlah yang paling dahulu memberikan godaan. Wajah yang menarik akan mudah menggoda lawan jenisnya. Imam Thabrani rah.a. meriwayatkan bahwa Allah telah memerintahkan kepada kaum mukminat, jika mereka hendak keluar dari rumah mereka karena suatu hajat, maka hendaklah mereka menutupkan jilbab ke wajah mereka dari atas dan menampakkan sebelah matanya.
Ibnu Jarir rah.a. meriwayatkan, "Aku bertanya kepada Ubaidah bin Harits tentang firman Allah, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya." (An-Nur: 31), ia menjawab sambil memperagakan dengan pakaiannya. Ia menutup kepala dan wajahnya dan menampakkan sebelah matanya. Allamah Abu Bakar Al-Jashshash rah.a. mengatakan bahwa di dalam ayat ini terdapat sebuah dalil bahwa seorang wanita diperintahkan untuk menutup wajahnya agar tidak terlihat oleh lelaki asing, menampakkan penutupnya dan menjaga kehormatannya ketika keluar rumah.
Qadhi Baidhawi rah.a. mengatakan dalam menafsirkan, 'Hendaklah mengulurkan jilbabnya' yaitu hendaklah mereka menutup wajah dan badan-badan mereka dengan jilbab mereka, jika mereka akan keluar untuk suatu hajat.
Said bin Musayyib rah.a. mengisahkan pertanyaan Ali bin Abi Thalib ra. kepada Fatimah ra. tentang manakah wanita yang baik. Fatimah ra. menjawab, "Yaitu wanita yang tidak mau melihat laki-laki dan tidak mau dilihatnya." Ali ra. pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. yang dijawab oleh beliau, bahwa Fatimah ra. adalah darah daging beliau. (Maksudnya bahwa jawaban Fatimah sama seperti jawaban beliau). Jumhur ulama mujtahid yang dipimpin oleh Asy-Syafi'i, Hambali, dan Maliki rahmatullah alaihim menyatakan bahwa wajah wanita adalah aurat, kecuali para fuqaha dari Hanafiyah yang membolehkan membukanya dengan syarat jika tidak ada fitnah. Sedangkan perkataan-perkataan yang menjadikan hadits Fadhal bin Abbas ra. yang membonceng Nabi saw. ketika haji Wada', lalu ia melihat wajah wanita yang lewat di hadapannya, kemudian Nabi saw. memalingkan wajah Fadhal bin Abbas ra.. Mereka mengambil dalil ' dari hadits ini, yakni: Sekiranya wajah itu aurat tentu wanita itu menutupi wajah mereka sehingga Fadhal ra. tidak melihat mereka.
Jumhur ulama menjawab hal ini dengan mengatakan;
Sangat jelas dinyatakan dalam hadits tersebut, bahwa kejadian itu berlangsung ketika haji Wada' ketika mereka sedang ihram. Sedangkan dalam keadaan ihram, para wanita dilarang menutup wajah dan tangannya.
Kaum wanita pada zaman Nabi saw. telah terbiasa mengenakan tutup wajah dan tangan mereka. Kemudian Rasulullah saw. melarang hal itu dilakukan ketika berihram. Bahkan di dalam Al-Muwattha', Imam Malik rah.a. meriwayatkan bahwa Fatimah binti Mundzir berkata, "Pernah kami menutup wajah dalam ihram. Ketika itu kami bersama Asma binti Abu Bakar, dan ia tidak menyalahkan perbuatan kami." Dalam Fathul Bari diriwayatkan dari 'Aisyah ra., "Hendaklah wanita mengulurkan jilbabnya dari atas kepalanya hingga wajahnya." Dalam kitab Ash-Shihhah diriwayatkan, bahwa ada seorang muslimah mengerjakan urusannya di pasar Bani Qainuqa. Muslimah ini memakai jilbab. Lalu seorang lelaki Yahudi menghadangnya dan mengejek dirinya dan jilbabnya. Yahudi itu memaksanya untuk membuka wajahnya. tetapi wanita itu menolak dan menjerit meminta tolong. Maka salah seorang dari kaum muslimin menyerang Yahudi itu dan membunuhnya. Untuk itulah Rasulullah saw. bersabda, "Memandang itu bagaikan anak panah beracun daripada iblis." (Thabrani).
Nabi Isa as. berkata, 'Takutlah akan memandang, karena memandang akan menimbulkan syahwat dalam hati. Dan cukuplah memandang wanita itu sebagai fitnah." Imam Mujahid rah.a. pernah berkata, "Jika ada seorang wanita yang datang, maka duduklah iblis di kepalanya. Lalu ia merias wanita itu dari pandangan orang yang melihatnya. Jika wanita itu membelakang, maka iblis akan duduk di pantatnya dan menghias wanita itu dari pandangan orang yang melihatnya."
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya iblis yang terlaknat berkhutbah kepada para syetan, "Hendaklah kalian menggoda manusia dengan khamar, dan segala sesuatu yang memabukkan dan dengan wanita. Sesungguhnya aku tidak mendapatkan suatu kumpulan kejahatan kecuali di dalamnya." (Hakim).

Read More or Baca Lebih Detil..

Pergaulan Bagi Kaum Wanita

Setiap manusia memerlukan pergaulan. Dan Islam mengatur pergaulan kaum muslimah dengan pergaulan yang suci, aman dan mulia, karena syetan senantiasa berusaha menghancurkan keimanan setiap manusia dengan segala tipuannya. Yang paling banyak menyelewengkan wanita dari agama dalam hal pergaulan adalah mengenai kebebasan wanita, emansipasi, sebagai suapan-suapan globalisasi, yang meniru kebudayaan Yahudi dan Nasrani, sehingga kaum muslimah seolah-olah dipaksa untuk keluar dari budaya Islam yang aman dan bijaksana.
Rasulullah saw. telah banyak mengingatkan kaum lelaki dengan bersabda, "Berhati-hatilah kamu berkhalwat/ berinteraksi dengan wanita. Demi diriku yang berada di tangan-Nya, tidak akan pernah seorang lelaki yang berduaan dengan seorang wanita, melainkan syetan akan masuk di antara mereka. Seorang lelaki yang merapat dengan babi yang penuh dengan lumpur, masih lebih baik daripada ia merapat dengan paha wanita yang tidak halal baginya." (Thabrani).

Syaikh Muhammad bin Abdullah mengulas masalah tipuan syetan ini, bahwa pergaulan bebas di antara lawan jenis -seperti yang sudah sangat merajalela dewasa ini- hanya akan mendorong wanita untuk senang bersolek, berpenampilan menantang, menarik pandangan laki-laki dan membangkitkan pesona mereka. Sebab hasrat seksual yang menjadi ciri fitrah laki-laki dan wanita, akan semakin bertambah kuat karena adanya pergaulan antara lawan jenis dan jika pembatasannya mudah ditembus. Dalam masyarakat yang membuka pergaulan seperti itu akan muncul pembawaan baru pada diri laki-laki dan wanita, yaitu saling menampakkan keindahan dan pesonanya untuk menarik minat lawan jenisnya. Lama kelamaan, tindakan ini bukanlah sesuatu yang perlu diingkari dan dicela, karena adanya perubahan teori moralitas. Bahkan kemudian semua itu dianggap sesuatu yang perlu disenangi, kemudian berkembang semakin jauh hingga masing-masing tidak memiliki lagi satu pembatasan pun. Dan dari sinilah mulainya bencana kemerosotan manusia.
Islam yang bijaksana tahu persis bahaya dan akibat pergaulan yang tidak tertata dalam kehidupan individu dan umat, tatkala dorongan birahi sudah memuncak. Karena syariat Islam sudah membuat berbagai cara penanggulangan dan pencegahan, yang bisa menghalangi terlepasnya hasrat birahi dari pagarnya. Islam demikian menaruh perhatian terhadap penguatan ketakutan kepada Allah pada diri manusia, dengan memperkuat fitrah rasa malu, agar perasaan ini bisa menjadi pengontrol secara internal. Islam juga mensyari'atkan hijab/ pelindung tubuh pada wanita agar dia menutupi keindahaan dirinya dari lelaki, meminta izin tatkala memasuki suatu rumah, menyuruhnya agar menundukkan pandangan mata, baik dari lelaki maupun wanita, melarang bergaul bebas antara laki-laki dan wanita, memperingatkan wanita yang bepergian tanpa disertai mahram, dan memberi hukuman bagi orang yang melanggar larangan ini.
Muhammad Quthub mengatakan bahwa nafsu birahi seks itu sendiri bukanlah sesuatu yang kotor dan haram, tetapi ia harus diletakkan dalam suatu lingkup yang benar dan bersih. Sedangkan kebebasan yang dihembuskan para wanita Barat dan diserukan oleh para propagandis kebebasan di negara Timur yang beragama Islam, justru akan merusak wanita dan lelaki serta generasi selanjutnya. Padahal dalam 'Huququl Mar'ah' ditulis bahwa kebebasan yang sebenarnya adalah melepaskah diri dari bisikan hawa nafsu dan syahwat, juga dari tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang menyimpang dan sesat. Dari sini jelaslah bahwa majelis yang di situ ada kaum laki-laki dan wanita bercampur, sama sekali tidak sesuai dengan tabi'at Islam dan ajaran-ajarannya. Sebab pesona birahi yang ada dalam naluri laki-laki dan wanita mempunyai suatu kekuatan yang tidak bisa dipungkiri, yang akan menjadi bertambah dan kuat jika keduanya saling berkumpul.
Ditulis di dalam Nailul Author, dalam bab 'Larangan Berkhalwat dengan Wanita bukan Mahram'. Berkhalwat dengan wanita lain sudah disepakati oleh para ulama tentang keharamannya, sebagaimana telah disebutkan oleh Hafizh Ibnu Hajar rah.a. di dalam Fathul Bari. Alasan pengharaman tersebut, karena apa yang disebut di dalam hadits tentang keberadaan syetan sebagai orang ketiga dari keduanya, bisa menyeret keduanya ke dalam kedurhakaan. Namun jika khalwat disertai oleh mahram, itu dibolehkan, karena kemungkinan terjadinya kedurhakaan bisa dicegah oleh kehadiran mahram tersebut. Sebab tabi'at kekerabatan itu cenderung mendorong laki-laki lebih berani memasuki tempat wanita, karena beralasan adanya hubungan kerabat, sehingga mereka berani mengetuk pintu, baik pada siang maupun malam hari, baik ada kepentingan ataupun tidak ada. Tetapi justru tidak jarang akhirnya hal ini menimbulkan akibat yang sangat fatal dan justru bisa merenggangkan hubungan kerabat atau bahkan perceraian. Lukman Al Hakim berwasiat kepada anak laki-lakinya, 'Takutiah kamu terhadap wanita yang buruk karena ia membuatmu beruban sebelum kamu beruban. Dan takutlah terhadap wanita-wanita jahat karena mereka tidak mengajak kepada kebaikan dan berhati-hatilah kamu dalam memilih mereka."
Read More or Baca Lebih Detil..

Ilmu yang Wajib Dituntut Oleh Kaum Wanita

Firman Allah, "Maka ketahuilah bahwasanya tidak ada Ilah selain Dia." (Muhammad: 19).
Hendaknya jangan disalahpahami bahwa yang diwajibkan untuk dipelajari bagi kaum muslimin dan muslimat adalah agama. Al-Ghazali rah.a. menuliskan bahwa jika seseorang yang berakal telah baligh, maka yang pertama kali wajib baginya adalah mempelajari dua kalimat syahadat dan memahaminya. Wajib baginya untuk mengenal Allah, siapa Allah, bagaimana sifat dan kebesaran Allah swt. Kemudian apa-apa yang ditujukan untuk menta'ati Allah. Seperti jika datang waktu shalat maka wajib baginya mempelajari tentang shalat, jika akan tiba bulan Ramadhan, maka wajib baginya mempelajari tentang shaum. Jika akan berangkat haji, maka wajib baginya mempelajari haji. Jika ia memiliki harta, maka wajib baginya mempelajari zakat. Jika yang fardhu-fardhu ini telah sempurna ia pelajari, maka diwajibkan baginya untuk mempelajari sunah-sunah Rasulullah saw.. Jikalau itu pun sudah dipelajarinya, barulah ia boleh mempelajari hal-hal yang lainnya.
Urutan ilmu pengetahuan yang harus diketahui oleh seorang wanita shalihah jika ditertibkan adalah sebagai berikut:

- Ilmu Tauhid dan masalah agama.
- Ilmu Sunnah dan adab.
- Ilmu Mu'amalah dan Mu'asyarah sesama manusia, terutama bagaimana berbakti kepada suami, orang tua, tarbiyah (mendidik) anak dan lain sebagainya.
- Ilmu-ilmu lainnya yang bermanfaat untuk dunia akhirat.
DR. Abdullah Nashih Ulwan juga menyatakan bahwa wanita wajib mempelajari keterampilan yang sesuai dengan tugas dan spesialisasinya sebagai ibu dan istri. Tetapi sayangnya, bahwa yang terjadi pada saatsekarang ini adalah kaum wanita, (bahkan juga kaum lelaki) menyepelekan ilmu-ilmu agama dan menganggap bahwa mempelajari ilmu agama adalah kesia-siaan belaka. Sedang ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dianggap suatu kehebatan yang luar biasa. Ini adalah suatu tipuan yang melanda umat ini. Maka diharapkan dari wanita shalihah agar dapat menghidupkan kembali semangat ilmu agama.
Read More or Baca Lebih Detil..

Etika Wanita dalam Menuntut Ilmu

Taqwa adalah Modal Utama
Allah berfirman, "Bertaqwalah kamu kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarimu." (Al-Baqarah: 282).
Dengan menjaga diri dalam garis-garis keta'atan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka secara otomatis akan menambah ilmu dan pengetahuan dalam masalah agama. Ilmu yang diiringi ketaqwaan akan menambah kedekatan dengan Allah Ta'ala.

Utamakan Belajar dari Mahramnya
Di sinilah manfa'at dan kepentingan dari menghidupkan majelis ta'lim di dalam rumah. Dengan ta'lim berarti telah menjadikan rumah sebagai basis madrasah bagi keluarga. Salah satu manfa'at daripada ta'lim bagi kaum lelaki di masjid adalah bilamana mereka (para suami) pulang ke rumah masing-masing dapat mengajari istri-istri mereka tentang apa-apa yang telah mereka dapatkan dari ta'lim di masjid-masjid mereka. Dengan demikian, dorongan istri kepada suami untuk meluangkan waktu mempelajari dien adalah sangat penting, sebagaimana dorongan istri kepada suami dalam masalah mencari nafkah.
Jika terpaksa sekali harus keluar mencari ilmu, maka dijaga dalam batas ketaqwaan dan dengan ridha suami. Ibnu Abdullah rah.a. berkata, 'Tatkala istri belajar dari fardhu-fardhu yang wajib atas dirinya, maka ia tidak berhak untuk keluar ke majelis laki-laki, dan tidak berhak untuk belajar keutamaan kecuali dengan ridha suami."

Hijab antara yang bukan mahram
Ini adalah suatu hal yang sangat penting dalam hal pendidikan wanita. Dan demikianlah yang dicontohkan oleh para shalihin dahulu dalam mencari ilmu. Diriwayatkan bahwa jika sesudah salam dari shalatnya, maka Nabi saw. berdiam beberapa saat. Dan jama'ah mengetahui sikap beliau tersebut, yaitu agar para wanita keluar lebih dahulu sebelum kaum lelaki. Diriwayatkan bahwa Masjid Nabawi mempunyai pintu khusus bagi para wanita, dan Umar ra. melarang kaum laki-laki masuk dari pintu ini.

Kewajiban menuntut ilmu bagi wanita adalah sama dengan lelaki, tetapi cara dan sistemnya jelas berbeda. Bukan seperti yang dicontohkan oleh para penghancur Islam. Dr. Anwar Jundi mengatakan bahwa sistem belajar yang telah diatur sedemikian rupa oleh Islam dijadikan sasaran propaganda busuk oleh kalangan musuh Barat yang tidak senang terhadap Islam. Mereka meneriakkan dengan lantang, bahwa sistem belajar semacam itu hanya memojokkan kaum wanita, mengurangi kebebasan. Oleh karena itu, mereka meniupkan propaganda busuknya ke telinga kaum muslimah agar mendobrak tata aturan Islam yang telah sempurna tersebut. Salah satu dari propaganda mereka adalah dengan mencampurkan lelaki dan wanita dalam satu ruang dalam pendidikan.
Imam Al-Qabisi rah.a. di dalam makalahnya tentang pendidikan, berpendapat bahwa walaupun Islam memberikan kebebasan kepada kaum wanita untuk menuntut ilmu seperti kaum lelaki, tetapi dalam praktek pengajarannya mesti dijauhkan dari kaum lelaki, dan tidak mencampurkan kaum lelaki dan wanita dalam pendidikan. Ibnu Sahnun rah.a. ketika ditanya tentang pengajaran yang mencampurkan lelaki dan wanita, beliau menjawab, "Aku memakruhkannya."
DR. Abdullah Nashih Ulwan menuliskan bahwa mereka yang menghalalkan bercampur-baurnya lelaki dan wanita serta membebaskannya dengan alasan adat-istiadat sosial, dan sebagainya. Pada hakekatnya mereka telah mendustakan fitrah manusia dan berpura-pura tidak tahu terhadap kenyataan pahit yang melanda umat saat ini. Padahal Allah telah menciptakan lelaki dan wanita serta melengkapi keduanya dengan kecenderungan seksual antara masing-masing jenis. Itulah "Fitrah Allah yang telah mendaptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah." (Ar-Ruum: 30).
Read More or Baca Lebih Detil..