Aisyah ra. berkata, "Ada seorang wanita bertanya kepada Nabi saw. tentang bagaimana cara mandi sesudah bersih dari haidh. Lalu Rasulullah saw. menyuruh wanita itu memperagakannya dan berkata, "Ambillah wewangian itu dan bersucilah dengannya." Wanita itu bertanya lagi, "Bagaimana caranya?" Nabi saw. menjawab, "Ya, pakai saja." Wanita itu nampaknya belum puas dengan jawaban beliau, maka ia bertanya lagi, "Bagaimana caranya, ya Rasulullah?" Dengan tersipu Beliau saw. menjawab, "Subhanallah, ya pakai saja!" lalu beliau memanggilku untuk menggantikan beliau dalam menjelaskan hal ini." (Bukhari, Muslim).
Ibnu Hazm rah.a. menjelaskan tentang persekutuan wanita dengan laki-laki dalam mencari ilmu, katanya, "Setiap muslim yang sudah baligh dan berakal, laki-laki dan wanita, orang merdeka dan hamba, dikenai kewajiban, tak seorang pun dari kaum muslimin yang menyanggahnya, bahwa ia harus mengetahui mana yang halal dan mana yang haram bagi dirinya, siapapun ia. Mereka semua diwajibkan adil dalam proses belajar. Seorang imam dapat memaksa para wanita sekalipun wanita terpandang agar belajar sendiri atau memberi peluang kepada mereka untuk belajar. Juga imam layak bertindak tegas dalam hal ini serta mengatur orang-orang untuk mengajari orang lain yang masih bodoh."
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya seorang wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Sekali-kali ia tidak akan lurus bagimu di atas satu jalur. Jika engkau bersenang-senang dengan wanita, maka engkau akan mendapatkannya, sedangkan pada dirinya tetap ada bengkok." (Muslim).
Syaikh Abu Muhammad Jibril menyatakan bahwa dari penyelidikan para ahli ilmu jiwa dan menurut kenyataan, bahwa wanita meskipun ia telah dewasa, namun tingkah lakunya masih seperti anak-anak, tabi'at manja dan suka merajuk selalu ada padanya. Selanjutnya beliau berkata bahwa di samping sifat merajuk, mudah menangis dan putus asa, wanita mempunyai sifat iba hati yang sangat dalam, pendiriannya mudah berubah dan ketabahannya mudah tergoyahkan. Karena sifat-sifat itulah, maka kaum wanita wajib dididik, diajar dan diberi bimbingan yang cukup. Jika tidak memperoleh pendidikan yang memadai, bahaya akan datang mengancam segenap lingkungan masyarakat dan kerusakan pun akan terjadi di mana-mana akibat kebodohan mereka, sebab pada hakikatnya wanita itu adalah fitnah dan ujian terbesar, juga sumber kerusakan yang dahsyat jika tidak diiringi dengan iman dan ilmu yang hak.
Dalam hal ini, para suami pun bertanggung jawab untuk memberi pengajaran pengetahuan agama kepada istrinya. Syaikh Ibnu Abdullah rah.a. berkata, "Jikalau istri mengabaikan hukum dari hukum-hukum haidh dan istihadhah dan laki-laki tidak mengajarinya, maka laki-laki tersebut keluar bersama istrinya dan ia bersekutu dalam dosa."
Mari kita terus menuntut ilmu, sebagai persiapan menjadi pribadi muslimah, istri dan seorang ibu.
BalasHapus